Selasa, 27 Juli 2010

“When you try to satisfy everyone, you end up losing your _ _ _ !”

Di suatu pagi hari yang cerah, seorang penggiling tepung dan anaknya pergi untuk menjual hasil gilingannya ke kota. Anaknya menunggangi keledai sementara ayahnya berjalan di sisi keledai itu.

Di perjalanan mereka bertemu dengan seorang dari desa sekitar. Orang itu berkata “Kamu seharusnya malu dengan dirimu sendiri!” Katanya dengan nada merendahkan. “Kamu duduk dengan nyamannya sementara ayahmu yang sudah berumur harus berjalan. kamu tidak punya rasa hormat!” Dengan malu-malu, sang anak dan ayahnya saling menatap dan bertukar tempat dengan rasa malu.

Ketika mereka melanjutkan perjalanan, seorang tua menghardik mereka. Katanya “Bagaimana kamu ini? Duduk dengan nyamannya di atas keledai sementara anakmu kesulitan mengikutimu. Lihat!”
Akhirnya sang ayah memutuskan untuk menunggangi keledai itu bersama dan melanjutkan perjalanan.

Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita dari arah sebaliknya. Dia juga menemukan kesalahan pada pengaturan tersebut. “Aku tak pernah melihat kekejaman seperti ini! Kalian berdua terlalu berat untukkeledai yang malang tersebut. Dasar pemalas! Akan lebih pantas bila kalian berdua yang membawa keledai itu dan hasil gilinganmu.”

Karena tak ingin mengecewakan wanita itu, sang ayah memerintahkan anaknya untuk mengikat kedua kaki keledai tersebut. Sementara ia memotong sebuah batang yang panjang dan kuat untuk membawanya. Mereka berdua kemudian meyisipkan batang tersebut diantara kaki-kaki keledai yang kini sudah terikat. Mereka membawanya seperti orang suku yang baru mendapatkan tangkapan dan melanjutkan perjalanannya ke kota.

Ketika mereka menyebrangi sungai, keledai mereka ketakutan melihat pantulan dirinya di air sungai yang belum pernah dilihat sebelumnya. Keledai itu mulai meronta-ronta dengan sangat kencang dan menyebabkan kedua pemiliknya kehilangan kesimbangan dan melepaskan pegangan mereka.

Keledai itu terjatuh ke sungai dan tidak bisa berbuat apa-apa karena masih terikat. Singkat kata, keledai itu mati terseret arus air dan tenggelam. Sedangkan kedua pemiliknya hanya melihat dengan pasrah.

Moral of the story: After a moment of silent reflection, the father turned to the boy and spoke: “Son, we learned a valuable lesson today. We learned that when you try to satisfy everyone, you end up losing your ass*.”

Moral dari cerita: Setelah terdiam dan merenung beberapa saat, sang ayah berpaling ke anaknya dan berkata: Nak, kita mendapat pelajaran berharga hari ini. Kita belajar bahwa; ketika kamu berusaha untuk memuaskan semua orang, kamu akan kehilangan bokong*mu.”

Cat: Dalam bahasa Inggris, keledai dan bokong memiliki penulisan yang sama (ass). Kehilangan bokong dapat diartikan sebagai merugikan diri sendiri.

Karena kita semua ingin disukai, kita berusaha untuk memuaskan. Bila tidak dikendalikan, kebutuhan kita untuk diterima oleh orang sekitar dapat menempatkan kita pada misi yang tidak berkesudahan dan sia-sia. Biasanya hal ini ditemui ketika kita menolong seseorang (seperti anggota keluarga, teman, rekan, atau masyarakat) secara terpaksa karena rasa “nggak enak lah!

Hal ini seringkali menjadi penghalang kita dalam mencapai tujuan atau ambisi pribadi.

Ketidakmampuan untuk berkata “tidak!” adalah salah satu penyebab maraknya penyalahgunaan narkoba, dan minuman keras. Jadi, apa yang anda tunggu lagi? Bila anda melakukan sesatu dengan terpaksa dan rasa tidak enak hati, angkat gagang telpon anda dan katakkan “tidak” sekarang juga!

Sumber:


Minggu, 25 Juli 2010

Endang Setyadi: Ibu yang Luar Biasa

Written by Administrator
Monday, 05 July 2010 16:24

Barangkali, jika Nancy Matthews Elliott menerima saja pernyataan guru anaknya yang mengatakan si anak berotak udang, mungkin hari ini tak kan ada lampu pijar yang menerangi dunia. Memang, dalam sejarah terungkap bahwa pencipta lampu pijar, Thomas Alfa Edison, dicap sebagai anak yang bodoh oleh gurunya.

Saat itu, Nancy-ibunda Edison-sangat marah dan menariknya keluar sekolah. Selanjutnya, Nancy sendiri yang mengajar Edison."Ibuku yang membentukku. Ia begitu setia, memiliki keyakinan pada diriku, dan aku merasa aku memiliki seseorang untuk kuperjuangkan dalam hidup, seseorang yang tidak boleh kukecewakan," sebut Edison dalam sebuah catatan.

Ibu Edison, yang juga seorang guru, kemudian memberikan banyak pelajaran yang ternyata diserap dengan mudah oleh Edison. Ia juga melahap habis beberapa buku ilmiah seperti karya dari R.G. Parker's yang berjudul School of Natural Philosophy dan The Cooper Union. Dari sanalah, ia kemudian gemar melakukan berbagai macam percobaan yang akhirnya mengantarkan dirinya menjadi tokoh dunia dengan seribu lebih inovasi.

Nyaris mirip dengan kisah sang ibu dalam mendorong anaknya agar tetap jadi "orang", Endang Setyati juga mengalami problematika yang tak kalah peliknya-bahkan-mungkin lebih parah. Anaknya-Habibie Afsyah-buah cintanya dengan duda beranak tujuh, Nasori Sugiyanto, sejak lahir mengidap penyakit langka, yang menyerang otaknya hingga lumpuh permanen. "Sejak lahir, fungsi syarafnya terus menurun dan bahkan diperkirakan usianya tidak panjang," kisah Endang tentang anaknya.

Namun, menurut perempuan berjilbab ini, "Anak adalah amanah dari Sang Pencipta, karena itu, apa pun kondisi anak, saya berusaha memberikan yang terbaik."

Mendengar pernyataan itu, sang anak pun menimpali dengan ketulusan, "Terima kasih yang terdalam untuk Mama, yang dengan sabar dan kasih sayang merawat saya yang memiliki keterbatasan. Saya sangat bersyukur dilahirkan melalui rahim seorang Ibu, Endang Setyati."

Yang istimewa dari cara Endang mendidik adalah perlakuannya pada Habibie. Meski memiliki keterbatasan fisik-bahkan kini hanya tinggal bisa menggerakkan satu jari-Endang menyekolahkanya di sekolah biasa, bukan sekolah luar biasa. Bahkan, beberapa temannya yang tumbuh normal masih sering main ke rumah Habibie untuk sekadar bercanda atau bermain game. "Habibie itu meski hanya main dengan satu jari, entah bagaimana kalau main game selalu menang dari teman-temannya," ungkap Endang.

"Selain hobi main game, ia juga hobi internet-an sedari SMP. Mungkin, karena keterbatasannya itu, ia awalnya menghabiskan banyak waktu hanya dengan main game dan internet."

Keprihatian Endang akan masa depan Habibie membuatnya berpikir, "Apa ya yang bisa dilakukan Habibie supaya besok dia tidak merepotkan orang lain dan bisa mandiri?"

Akhirnya Endang mulai menemukan titik terang sekitar pertengahan tahun 2006. "Saat itu ada penawaran pelatihan internet marketing. Saya pikir, itu mungkin tepat buat anak saya karena memang dia kan sudah sejak lama hobinya main internet," terang Endang.

Maka, Endang pun memasukkan Habibie untuk ikut pelatihan internet marketing untuk belajar dari salah satu pakar internet marketing berbasis amazon.com, Mr Fabian Lim. Sayang, karena berbahasa Inggris-meski dibantu dengan penerjemah-Habibie pada awalnya belum terlalu tertarik dengan program tersebut. "Saya lantas bilang, kalau kamu dewasa nanti, kamu tak bisa mengandalkan orang lain terus. Kamu harus jadi orang yang bisa mama banggakan."

Demi masa depan anak, Endang tak ragu untuk sedikit memaksa Habibie. Justru karena punya kelemahan itulah, ia merasa Habibie harus didorong lebih keras. "Waktu itu, karena pelatihan pertama, hasilnya belum maksimal, karena memang yang diberikan hanya dasar-dasarnya. Saya menyuruh Habibie untuk ikut kelas lanjutannya. Mahal ndak apa-apa, yang penting ada ilmu yang bermanfaat. Sayang, kala itu Habibie sempat menolak," kisah Endang.

"Saya lantas tegaskan pada Habibie, kamu syaraf boleh melemah, tapi semangat tidak boleh lemah. Mama sudah pensiun sementara biaya internet kamu itu besar. Kamu harus ikut pelatihan lanjutan ini, jadi kamu main internet itu nggak sia-sia," ujar Endang.

Akhirnya, setelah dipaksa Endang, Habibie mengikuti Asia Internet Academy untuk memperdalam ilmu internet marketing-nya. Ternyata, feeling Endang tepat. Hobi Habibie akhirnya menghasilkan juga. "Setelah lebih memahami pelatihan dari Mr Lim, Habibie waktu praktik untuk pertama kali ia mendapat kiriman uang 120 dolar AS. Itu senangnya bukan main. Ternyata, apa yang dilakukannya selama ini ada hasilnya juga. Maka, sejak itu dia makin intens main di internet marketing. Akhirnya, di bulan Desember 2008, Habibie sudah bisa menghasilkan uang 5986 dolar AS. Itulah yang membuat kepercayaan dirinya makin tumbuh dan dia makin yakin bisa menghasilkan dari bisnis online itu," ungkap Endang sembari menunjukkan setumpuk print-out email yang menunjukkan penghasilan Habibie.

Dengan hasil yang diperolehnya, Endang terus mendorong agar Habibie makin menekuni bidang tersebut. Ia kemudian mengikutkan Habibie ke berbagai kursus lanjutan. "Salah satunya supaya lebih paham saya ikutkan dia ke kursus dari Pak Suwandi Chow. Ini pelatihan train for trainers." Selanjutnya, the rest is history, selebihnya adalah kisah sukses Habibie yang terus dibimbing oleh ibunya.

Mutiara yang tergolek lemah tertutup pasir di lautan itu kini mampu berkilap berkat sentuhan dan ketegasan seorang ibu terhadap anaknya yang punya kelemahan. Berkat kegigihan Endang menemukan "profesi" yang pas untuk putranya, kini kelemahan itu hanya tinggal menjadi predikat. Kerusakan syaraf yang diderita berkat dorongan Endang, kini berubah jadi semangat menggebu untuk meraih hasil maksimal.

"Puji syukur Allah telah mengabulkan permintaan saya dan memberikan kesempatan pada saya dan Habibie bisa menikmati jerih payah dan perjuangan yang tidak kenal menyerah. Indah akan datang pada saatnya jika Allah menghendaki. Dan, inilah saat-saat indah buat saya dan Habibie, yakni bahwa takdir Allah adalah yang terbaik untuk kami. Harapan saya semoga ibu-ibu termotivasi pada prestasi dan kondisi Habibie dan lebih menyayangi putra-putrinya dan ikhlas berjuang untuk sukses keluarganya." Semoga!

Sumber:


Membangun Motivasi Dalam Diri



Print E-mail
Written by Administrator
Monday, 12 July 2010 06:02

Cita-cita atau tujuan hidup ini hanya bisa diraih jika anda memiliki motivasi yang kuat dalam diri anda. Tanpa motivasi apapun, sulit sekali anda menggapai apa yang anda cita-citakan. Tapi tak dapat dipungkiri, memang cukup sulit membangun motivasi di dalam diri sendiri. Bahkan mungkin anda tidak tahu pasti bagaimana cara membangun motivasi di dalam diri sendiri. Padahal sesungguhnya banyak hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan motivasi tersebut.

Caranya? coba simak tips berikut ini:

1. Ciptakan sensasi

Ciptakan sesuatu yang dapat “membangunkan” dan membangkitkan gairah anda saat pagi menjelang. Misalnya, anda berpikir esok hari harus mendapatkan keuntungan 1 milyar rupiah. Walau kedengarannya mustahil, tapi sensasi ini kadang memacu semangat anda untuk berkarya lebih baik lagi melebihi apa yang sudah anda lakukan kemarin.

2. Kembangkan terus tujuan anda

Jangan pernah terpaku pada satu tujuan yang sederhana. Tujuan hidup yang terlalu sederhana membuat anda tidak memiliki kekuatan lebih. Padahal untuk meraih sesuatu anda memerlukan tantangan yang lebih besar, untuk mengerahkan kekuatan anda yang sebenarnya. Tujuan hidup yang besar akan membangkitkan motivasi dan kekuatan tersendiri dalam hidup anda.

3. Tetapkan saat kematian

Anda perlu memikirkan saat kematian meskipun gejala ke arah itu tidak dapat diprediksikan. Membayangkan saat-saat terakhir dalam hidup ini sesungguhnya merupakan saat-saat yang sangat sensasional. Anda dapat membayangkan ‘flash back’ dalam kehidupan anda. Sejak anda menjalani masa kanak-kanak, remaja, hingga tampil sebagai pribadi yang dewasa dan mandiri. Jika anda membayangkan ‘ajal’ anda sudah dekat, akan memotivasi anda untuk berbuat lebih banyak lagi selama hidup anda.

4. Tinggalkan teman yang tidak perlu

Jangan ragu untuk meninggalkan teman-teman yang tidak dapat mendorong anda mencapai tujuan. Sebab, siapapun teman anda, seharusnya mampu membawa anda pada perubahan yang lebih baik. Ketahuilah bergaul dengan orang-orang yang optimis akan membuat anda berpikir optimis pula. Bersama mereka hidup ini terasa lebih menyenangkan dan penuh motivasi.

5. Hampiri bayangan ketakutan

Saat anda dibayang-bayangi kecemasan dan ketakutan, jangan melarikan diri dari bayangan tersebut. Misalnya selama ini anda takut akan menghadapi masa depan yang buruk. Datang dan nikmati rasa takut anda dengan mencoba mengatasinya. Saat anda berhasil mengatasi rasa takut, saat itu anda telah berhasil meningkatkan keyakinan diri bahwa anda mampu mencapai hidup yang lebih baik.

6. Ucapkan “selamat datang” pada setiap masalah

Jalan untuk mencapai tujuan tidak selamanya semulus jalan tol. Suatu saat anda akan menghadapi jalan terjal, menanjak dan penuh bebatuan. Jangan memutar arah untuk mengambil jalan pintas. Hadapi terus jalan tersebut dan pikirkan cara terbaik untuk bisa melewatinya. Jika anda memandang masalah sebagai sesuatu yang mengerikan, anda akan semakin sulit termotivasi. Sebaliknya bila anda selalu siap menghadapi setiap masalah, anda seakan memiliki energi dan semangat berlebih untuk mencapai tujuan anda.

7. Mulailah dengan rasa senang

Jangan pernah merasa terbebani dengan tujuan hidup anda. Coba nikmati hidup dan jalan yang anda tempuh. Jika sejak awal anda sudah merasa ‘tidak suka’ rasanya motivasi hidup tidak akan pernah anda miliki.

8. Berlatih dengan keras

Tidak bisa tidak, anda harus berlatih terus bila ingin mendapatkan hasil terbaik. Pada dasarnya tidak ada yang tidak dapat anda raih jika anda terus berusaha keras. Semakin giat berlatih semakin mudah pula mengatasi setiap kesulitan. Kesimpulan: Motivasi dapat menumbuhkan semangat dalam mencapai tujuan. Motivasi yang kuat di dalam diri, kita akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang tinggi terhadap diri dan hidup ini. Sehingga kita tidak akan ragu untuk melangkah ke depan, yaitu mencapai visi hidup kita. Salam Sukses !

Sumber:

Pribadi To Do, To Have, atau To Be?



Print E-mail
Written by Administrator
Friday, 23 July 2010 09:18

“Kegembiraan terbesar dalam hidup adalah keyakinan bahwa kita dicintai. Oleh karenanya, kita membagikan cinta bagi orang lain.” (Victor Hugo)

Tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Ia terus maju. Umur terus bertambah. Manusia pun mengalami babak-babak dalam hidupnya. Saat masuk fase dewasa, orang memasuki tiga tahapan kehidupan.

Ada masa di mana orang terfokus untuk melakukan sesuatu (to do). Ada saat memfokuskan diri untuk mengumpulkan (to have). Ada yang giat mencari makna hidup (to be). Celakanya, tidak semua orang mampu melewati tiga tahapan proses itu.

Fase pertama, fase to do. Pada fase ini, orang masih produktif. Orang bekerja giat dengan seribu satu alasan. Tapi, banyak orang kecanduan kerja, membanting tulang, sampai mengorbankan banyak hal, tetap tidak menghasilkan buah yang lebih baik. Ini sangat menyedihkan. Orang dibekap oleh kesibukan, tapi tidak ada kemajuan. Hal itu tergambar dalam cerita singkat ini. Ada orang melihat sebuah sampan di tepi danau. Segera ia meloncat dan mulailah mendayung. Ia terus mendayung dengan semangat. Sampan memang bergerak. Tapi, tidak juga menjauh dari bibir danau. Orang itu sadar, sampan itu masih terikat dengan tali di sebuah tiang.

Nah, kebanyakan dari kita, merasa sudah bekerja banyak. Tapi, ternyata tidak produktif. Seorang kolega memutuskan keluar dari perusahaan. Ia mau membangun bisnis sendiri. Dengan gembira, ia mempromosikan bisnisnya. Kartu nama dan brosur disebar. Ia bertingkah sebagai orang sibuk.

Tapi, dua tahun berlalu, tapi bisnisnya belum menghasilkan apa-apa. Tentu, kondisi ini sangat memprihatinkan. Jay Abraham, pakar motivasi bidang keuangan dan marketing pernah berujar, “Banyak orang mengatakan berbisnis. Tapi, tidak ada hasil apa pun. Itu bukanlah bisnis.” Marilah kita menengok hidup kita sendiri. Apakah kita hanya sibuk dan bekerja giat, tapi tanpa sadar kita tidak menghasilkan apa-apa?

Fase kedua, fase to have. Pada fase ini, orang mulai menghasilkan. Tapi, ada bahaya, orang akan terjebak dalam kesibukan mengumpulkan harta benda saja. Orang terobesesi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Meski hartanya segunung, tapi dia tidak mampu menikmati kehidupan. Matanya telah tertutup materi dan lupa memandangi berbagai keindahan dan kejutan dalam hidup. Lebih-lebih, memberikan secuil arti bagi hidup yang sudah dijalani. Banyak orang masuk dalam fase ini.

Dunia senantiasa mengundang kita untuk memiliki banyak hal. Sentra-sentra perbelanjaan yang mengepung dari berbagai arah telah memaksa kita untuk mengkonsumsi banyak barang.

Bahkan, dunia menawarkan persepsi baru. Orang yang sukses adalah orang yang mempunyai banyak hal. Tapi, persepsi keliru ini sering membuat orang mengorbankan banyak hal. Entah itu perkawinan, keluarga, kesehatan, maupun spiritual.

Secara psikologis, fase itu tidaklah buruk. Harga diri dan rasa kepuasan diri bisa dibangun dengan prestasi-prestasi yang dimiliki. Namun, persoalan terletak pada kelekatannya. Orang tidak lagi menjadi pribadi yang merdeka.

Seorang sahabat yang menjadi direktur produksi membeberkan kejujuran di balik kesuksesannya. Ia meratapi relasi dengan kedua anaknya yang memburuk. “Andai saja meja kerja saya ini mampu bercerita tentang betapa banyak air mata yang menetes di sini, mungkin meja ini bisa bercerita tentang kesepian batin saya…,” katanya.

Fase itu menjadi pembuktian jati diri kita. Kita perlu melewatinya. Tapi, ini seperti minum air laut. Semakin banyak minum, semakin kita haus. Akhirnya, kita terobsesi untuk minum lebih banyak lagi.

Fase ketiga, fase to be. Pada fase ini, orang tidak hanya bekerja dan mengumpulkan, tapi juga memaknai. Orang terus mengasah kesadaran diri untuk menjadi pribadi yang semakin baik. Seorang dokter berkisah. Ia terobesesi menjadi kaya karena masa kecilnya cukup miskin. Saat umur menyusuri senja, ia sudah memiliki semuanya. Ia ingin mesyukuri dan memaknai semua itu dengan membuka banyak klinik dan posyandu di desa-desa miskin.

Memaknai hidup

Ia memaknai hidupnya dengan menjadi makna bagi orang lain. Ada juga seorang pebisnis besar dengan latar belakang pertanian hijrah ke desa untuk memberdayakan para petani. Keduanya mengaku sangat menikmati pilihannya itu.

Fase ini merupakan fase kita menjadi pribadi yang lebih bermakna. Kita menjadi pribadi yang berharga bukan karena harta yang kita miliki, melainkan apa yang bisa kita berikan bagi orang lain.

Hidup kita seperti roti. Roti akan berharga jika bisa kita bagikan bagi banyak orang yang membutuhkan. John Maxwell dalam buku Success to Significant mengatakan “Pertanyaan terpenting yang harus diajukan bukanlah apa yang kuperoleh. Tapi, menjadi apakah aku ini?”

Nah, Mahatma Gandhi menjadi contoh konkret pribadi macam ini. Sebenarnya, ia menjadi seorang pengacara sukses. Tapi, ia memilih memperjuangkan seturut nuraninya. Ia menjadi pejuang kemanusiaan bagi kaum papa India.

Nah, di fase manakah hidup kita sekarang? Marilah kita terobsesi bukan dengan bekerja atau memiliki, tetapi menjadi pribadi yang lebih matang, lebih bermakna dan berkontribusi!

Sumber:

Beginilah Jika Bumi Hanya Dihuni 100 Orang Saja

Written by Administrator
Friday, 09 July 2010 07:49

Philip M. Hartner, MD dari fakultas kedokteran Stanford University Amerika Serikat mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Berdasarkan analisanya pada penduduk desa bumi, ditemukan komposisi sebagai berikut :

  • Dari perbandingan sukubangsa :

Maka bumi akan dihuni oleh : 57 orang Asia, 21 orang Eropa, 14 orang dari bagian bumi sebelah barat dan 8 orang Afrika

  • Dari perbandingan jenis kelamin :

52 orang perempuan, 48 orang laki-laki

  • Dari perbandingan warna kulit:

20 orang kulit putih, 80 orang kulit berwarna

  • Dari tingkah laku seksual:

89 orang heteroseksual, 11 orang homoseksual

  • Dari kekayaan dan kesejahteraan:

6 orang memiliki 59% dari seluruh kekayaan bumi, dan ke enam orang tersebut berasal dari Amerika Serikat,

80 orang tinggal di rumah-rumah yang tidak memenuhi standar,

70 orang tidak bisa membaca,

50 orang menderita kekurangan gizi,

1 orang hampir meninggal,

1 orang dalam kondisi hamil,

1 orang memiliki latar belakang perguruan tinggi,

1 orang mempunyai computer.

Sekarang mari kita renungkan analisa Hartner dan simak hal-hal berikut ini :

Jika anda tinggal di rumah yang baik, memiliki banyak makanan dan dapat membaca — maka anda adalah bagian dari kelompok terpilih dan lebih kaya dari 75% penduduk bumi yang lain.

Jika anda memiliki rumah yang baik, memiliki banyak makanan , dapat membaca, memiliki computer –maka anda adalah bagian dari kelompok elit.

Jika anda bangun pagi ini dan merasa sehat — anda lebih beruntung dari jutaan orang yang mungkin yang mungkin tidak dapat bertahan hidup hingga minggu ini

Jika anda tidak pernah merasakan bahaya perang, kesepian karena dipenjara, kesakitan karena penyiksaan, atau kelaparan – anda lebih beruntung dari 500 juta orang yang lainnya.

Jika anda dapat menghadiri pertemuan politik, ikut kampanye, menjadi caleg, diskusi dan pertemuan keagamaan tanpa merasa takut ditangkap, disiksa, dikucilkan – anda lebih beruntung, karena lebih dari 3 milyar penduduk bumi tidak dapat melakukannya dengan bebas.

Anda juga mungkin termasuk anggota dari 8% kelompok orang-orang kaya dunia – jika anda sekarang ini memiliki uang di dompet, di bank dan mampu membelanjakan sebagian uang anda untuk makan di restoran.

Dan jika anda membaca pesan ini sampai selesai – anda baru saja mendapatkan karunia ganda : karena seseorang memikirkan anda, dan anda lebih beruntung dari 2 milyar orang yang tidak dapat membaca sama sekali. Demikianlah. Semoga anda dapat menikmati hari yang indah ini. Duduk di depan computer, merancang hari depan dengan baik, perduli pada sesama. Hitunglah karunia keberuntungan anda bak-baik, dan sampaikan kepada orang lain untuk mengingatkan, bahwa sebenarnya kita adalah orang-orang yang sangat beruntung.

Sumber:

Kisah Sukses Ray Kroc

Written by Administrator
Friday, 23 July 2010 00:00

KERJA KERAS MESKI MENGIDAP BANYAK PENYAKIT

Ray Kroc hanya sekolah sampai usia 14 tahun, meski adiknya justru jadi dokter spesialis. Setelah lima kali ganti pekerjaan, Kroc akhirnya menjadi salesman gelas kertas yang dijalani dari pukul 07.00 pagi hingga 15.00 sore.

Dari 15.00 hingga 02.00 subuh Kroc menjadi pemain piano di sebuah orkestra. “Aku memang menginginkan kehidupan yang berkecukupan dan mapan,” katanya. “Karena itu, aku harus bekerja keras. Sangat keras!”

Dari 07.00 s/d 15.00 ada 8 jam. Dari 15.00 s/d 02.00 ada 11 jam. Jadi, Kroc harus bekerja 8+11 jam=19 jam. Berarti pula Kroc hanya tidur 4-5 jam setiap hari!

Wajar kalau Kroc akhirnya menderita banyak penyakit: gula, rematik, kehilangan sebagian kantung empedu, kelenjar gondok dan lainnya. Tapi demi ambisi besar, semua penyakit itu tidak dia hiraukan!

*******

Ray Kroc lantas tertarik mencari kekayaan di El Dorado, Miami. Dia pun pergi kesana, lalu jadi salesman real estate untuk WP Morgan & Son.

Kembali Kroc sukses. Tapi bisnis real estate itu segera pudar, bahkan tidak menguntungkan. Kroc kembali ke Chicago lagi, dan kembali menjadi salesman kertas. Dari usia 25 hingga 35 tahun, Kroc menjadi salesman gelas kertas yang paling jago, sehingga dapat bonus mobil. Tapi perusahaan guncang, sehingga semua pegawai harus dipotong gajinya, atau diturunkan. Kroc protes keras, karena dia merasa menjadi penghasil keuntungan besar bagi perusahaan, tapi kenapa harus diturunkan gajinya.

Tak ada kompromi, Kroc pun keluar. Bos nya berpikir sepuluh kali, dan akhirnya membenarkan Kroc, dia penghasil keuntungan terbesar. Kalau dia pergi, perusahaan justru yang akan rugi. Kroc diterima lagi dengan gaji utuh, tidak termasuk yang dipotong!

*******

Sampai akhirnya Kroc bertemu Earl Prince yang menghasilkan alat Multi Mixer yang sangat bermanfaat, khususnya untuk penjual es krim. Kroc menjadi agen tunggalnya, dengan pembagian keuntungan 50:50. Kembali Kroc menunjukkan diri sebagai salesman ampuh. Dia mampu menjual 8.000 unit Multi Mixer!

Salah satu langganan Kroc adalah McDonald bersaudara, Maurice dan Richard, yang menjual hamburger. Ketika Kroc berkesempatan bertemu langsung dan melihat restoran McDonalad, dia kaget: restoran itu tidak memadai. Luasnya hanya 20 meter persegi. Keadaannya tidak begitu mengesankan, meski pembelinya banyak. “Kenapa tidak membuka restoran semacam ini di tempat lian?” tanya Kroc. Tujuannya hanya agar Multi Mixer nya makin laku. “Mengurus sebuah restoran saja sudah repot. Menambah tempat berjualan berarti menambah kerepotan. Dan lagi siapa yang akan membuat tempat baru itu bagi kami?” tanya McDonald. “Bagaimana kalau saya saja?” tantang Kroc. “Setuju.” Mereka pun kemudian membuat kontrak.

*******

Kontrak itu menyebutkan: Kroc akan menerima 1,9 persen dari penjualan kotor setiap toko (franchise). Kroc juga akan menerima 950 dolar dari setiap franchise yang dibangun. Kontrak itu berlaku selama 10 tahun. Tapi karena perkembangannya bagus kontrak itu diubah menjadi: berlaku selama 99 tahun!

Mulailah `kisah ajaib` McDonald. Satu demi satu restoran McDonald dibangun. Ray Kroc menetapkan persyaratan: setiap toko menjual hamburger sama besarnya, sama rasanya, sama bersih tempatnya, juga sama bagus pelayanannya. Toko kedua dibangun, dan sukses. Ditambah 8 toko baru. Eh, sukses juga.

Ray Kroc mulai berpikir: toko-tokonya itu sukses, tapi bukan dia pemiliknya. Karena itu Kroc mengontak McDonald bersaudara, untuk `membeli` kontraknya. McDonald menyebut angka 2.700.000 dolar. Kroc hampir pingsan. Dia tak mungkin bisa mengumpulkan uang sebanyak itu. Tapi melihat prospeknya, Kroc merasa `harus berani membayar seperti yang diminta McDonald bersaudara.` Caranya: utang!

Kroc memperkirakan, utangnya baru akan lunas pada 1991. Eh, ternyata pada 1972 semuanya sudah beres! Lunas. Berarti McDonald kini milik Kroc seorang. Kroc makin menggila dalam menjual `McDonald` nya. Dan benar, pada 1977 saja, sudah tergelar 4.177 restoran McDonald di seluruh AS dan 21 di luar negeri. Saat itu total penjualan mencapai 3 miliar dolar! Ray Kroc, yang hanya sekolah sampai usia 14 tahun, akhirnya mencapai cita-citanya menjadi orang kaya. Jadi jutawan dolar atau miliarder dalam rupiah. Dan siapa sangka sekarang setiap 4 menit sekali ada satu gerai McDonald dibuka di dunia!!!

***Bagaimanapun keadaan anda hari ini, jika anda mempunyai VISI yang besar dan jelas, dan anda benar2 berkomitmen untuk mewujudkannya, maka apapun bisa terjadi.

Sumber:

Sebuah Koin Penyok

Written by Administrator
Monday, 19 July 2010 08:46

Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.

Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.

“Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 100 dollar kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.

Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, “Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi”.

Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Sumber :

Senin, 19 Juli 2010

Obituari : Mengenang Moyardi kasim

Jumat sore 7 September 2007, mendung dan berangin di Sorowako. Perenungan menunggu azan Isya sedikit terganggu oleh dering HP, rupanya dari karib lama : Moyardi Kasim. Saya yakin, dia pasti menelpon dari ruang kantornya yang apik di lantai 2 showroom Mitsubishi jalan Veteran 14 Padang. Pasti sendirian, karena karyawan sesorean biasanya sudah pada pulang.

”Lu dimana” ?, selalu demikian pertanyaan awal kawan ini, karena dia sudah memastikan saya tidak sedang berada di Padang. “di Sorowako, mencarikan belanja lebaran”, jawab saya. Selanjutnya, “ah, lu pergi-pergi aja (dalam bahasa Jakarte logat Minang Pariaman yang kental)” dan komunikasi kami diputus seketika. Biasanya, kalau tak telpon langsung, Molyardi selalu berkirim SMS, isinya ringan2 dan bahkan ngelantur kemana-mana.

Rupanya itulah komunikasi terakhir saya dengannya, setelah seminggu sebelumnya kami menjalani ritual rutin ba’da magrib dikantornya, yakni makan nasi bungkus gulai hati Restoran Selamat ditambah gorengan belut kering lado merah dari restoran Semalam Suntuk. Waktu itu ikut makan karib yang lain pengusaha pengembang Johny Halim (TI 76) dan Arsitek Rudy Ferial (AR 78) . Ritual rutin interaksi kami yang berlangsung bertahun-tahun, mengingat kesibukannya yang tak mungkin diganggu dalam jam kerja mengendalikan Grup Suka Fajar yang makin menyita perhatiannya. Waktu itu dan sampai saat akhir, tak ada sedikitpun sinyal tentang kepergiannya. Kami tetap bercanda dan saling ledek tentang banyak hal. Biasalah.

Rupanya tradisi kerja keras harian sampai sekitar jam 10 malam itulah yang membawanya kehadapan Sang Maha Pencipta. “Cara pulang menghadap-Nya” memang misteri Tuhan, dan selalu yang terbaik untuk Hamba-Nya. Gempa 7,9 Skala Richter,yang mengguncang kota Padang Rabu sore jam 16.10 minggu lalu itu, telah melantak-luluhkan bangunan utama Grup Suka Fajar berlantai empat. Saat mana Moyardi sedang akan mulai menjalani ritual rutinnya bekerja sampai malam. Seperti biasanya.

Menurut Johny Halim yang memimpin evakuasi malam itu, setelah mengantar tamunya keluar bangunan, ia kembali ke ruang kerjanya untuk segera berwudhuk dan ingin mengejar shalat Asyar yang belum tertunaikan. Subhanallah, melihat kondisi jasadnya ketika ditemukan esok siang : ia tengah di atas sajadah dalam posisi bersujud. Tim SAR yakin bahwa ia tengah shalat saat gempa datang. Moyardi pergi dalam sujud menghadap-Nya. Bersujud dihimpit reruntuhan bangunan, tempat ia syahid mencari nafkah keluarga dan ratusan karyawan yang menggantungkan nafkah bersamanya.

Itulah, ratusan handai taulan mengantarnya ke pekuburan umum Tunggua Hitam, sore kamis yang merupakan ”puaso tuo” bagi komunitas Minang.

****

Ingatan melayang pada 34 tahun lalu, saat SMA I Padang menerima adik kelas yang baru, dimana seorang anak muda cenderung mungil berkacamata berat ikut didalamnya. Belakangan ketahuan, ia anak pintar, juara umum dari SMP I dan anak pengusaha terkenal kota Padang, H. Sutan Kasim. Saya sudah agak kenal sebelumnya, karena kami sama-sama dibesarkan di pasar Raya Kampuang Jao. Juga demikian kawan-kawan segenerasi yang lain. Moyardi membantu orangtuanya berjualan kulit skala grosir, sedang saya membantu Ayah berjualan grosir pecah belah. Ada Reza Abidin (MS 76) membantu orangtuanya berjualan grosir kain, Zahedi Putra (TK 75) berjualan rupa-rupa, Chairinal Chaidir (SI 75) berjualan alat elektronik, Asrul Basari (GM 77) ikut mengurus grosir tekstil bersama kakak2nya di Pasar Bertingkat dan Badrul Mustafa (GM 76) mengendalikan kedai kontrakannya.

Kami merupakan produk entrepreneur pasar raya, yang sangat kami rasakan manfaatnya setelah merantau ke Bandung dan kini bekerja di berbagai bidang kehidupan. Hubungan kami sebagai ”anak pasa” langgeng sampai sekarang. Kerap kami kumpul-kumpul dan melakukan perjalanan bersama. Bila kumpul di Padang, nasi bungkus Restoran Selamat dan Semalam Suntuk menjadi makanan enak khusus menyemarakkan nostalgia.

Moyardi memang cerdas dan unggul dalam berbahasa Inggris karena ikut les inggris sejak kecil di privat bahasa IES. Makanya, saat beberapa diantara kami ikut bimbingan test dulu setahun untuk masuk ITB, ia langsung lulus. Jadinya kami seangkatan, sama-sama diterima tahun 76. Juga sama-sama lulus tahun 85, artinya sama-sama menghabiskan pendidikan S1 cukup lama, yakni 9 tahun !.

Namun medan kiprah kampus kami berbeda, ia dan Johny Halim menekuni bisnis sampai meninggalkan kuliah bertahun-tahun, saya menjalani kehidupan sebagai aktifis mahasiswa. Saat ia berkutat mengembangkan pembuatan KTP Massal bermesin laminating di kabupaten Subang dan Garut , saya menjadi aktifis Dewan Mahasiswa ITB yang menggerakkan berbagai demonstrasi mahasiswa dari berbagai kampus se Jawa. Mesin Pres KTP ciptaan mereka bersama Alex Yudhi (MS 75) tampil dengan merk lamilex, namun setelah pecah kongsi Johny mengembangkan produk lamiko. Saya ingat betul, untuk urusan KTP massal mereka mengajak tukang foto dari alun-alun bekerjasama.

Maret 1985, kami sama-sama pulang ke Padang. Saya bersama beberapa kawan lain mengejar mimpi ideologis dengan berusaha mengembangkan kembali sekolah alternatif INS Kayutanam, Moyardi mulai menekuni usaha meningkatkan kinerja perusahaan keluarga. Ia mulai bekerja mengembangkan sistem manajerial Grup Suka Fajar dan tak pernah berhenti memikirkannya sampai akhir hayat. Kerja kerasnya membuahkan ekspansi perusahaannya ke belasan titik operasi strategis di berbagai propinsi di Sumatera. Grup ini bahkan berani masuk kota Medan yang dikenal dengan sengitnya persaingan bisnis. Menjelang krisis moneter, mereka bahkan membuka core bisnis baru, membangun Hotel Ibis di kota Pekanbaru yang diperkirakan akan menjadi kota bisnis. Tahun tahun terakhir, sebagian besar waktu Moyardi adalah bolak-balik Jakarta dan Pekanbaru.

Menarik disimak, saat krisis moneter, grup ini malah makin berkembang. Nampaknya, silaturrahmi Moyardi kakak beradik cukup ampuh untuk membuat grup bertahan ditengah badai krisis moneter yang datang melanda. Saat perusahaan lain mem-PHK karyawan, Grup Suka Fajar malah merekrut pegawai untuk mendukung ekspansi. Grafik pemasaran malah meningkat. Kini Grup Suka Fajar telah berkembang menjadi usaha konglomerat pribumi yang tak tersaingi di Sumatera Barat.

Moyardi mantap terjun ke usaha keluarga saat kepulangan ke kampung. Tahun 1988 Johny Halim juga menyusul pulang dan mendirikan pengembang Grup Taruko. Kami sering bersilaturrahmi sampai bertahun-tahun sesudahnya. Namun sejak gempa 12 September 2007 sore, seorang kawan sudah berkurang. Moyardi duluan pergi menjalani ketentuan-Nya, menghadap mahkamah abadi sesuai amal ibadahnya.

Yang jarang diketahui publik, adalah semangat Moyardi mendukung berbagai aktifitas sosial yang saya kerjakan. Saat mendirikan Yayasan Insan 17 di Padang, Moyardi menjadi Direktur Keuangan dan diam-diam memfasilitasi kami dalam kondisi kesulitan finasial diawal pendirian lembaga. Waktu membantu pengembangan usaha kerajinan beberapa sentra di Sumbar, di gedung BI Sudirman, Ekonom Sritua Arief pernah bercanda dan kagum kok kapitalis bisa hadir dalam ruqang bernuansa sosialis. Moyardi hanya tersenyum simpul. Begitupun banyak sekali aktifitas LSM Insan 17 di pelosok Sumbar dalam mengatasi persoalan kemiskinan, Moyardi dari balik layar banyak memberikan pandangan dan tak lupa sokongan keuangan bila diperlukan. Hingga tahun 1992, kami bahu membahu mengurus LSM, sampai saya harus pindah ke Jakarta mengurus jaringan nasional LSM Lingkungan Hidup - Walhi. Komunikasi memang jarang karena masing-masing sibuk dengan urusannya, namun Moyardi dan kawan-kawan rupanya menyimpan agenda khusus untuk saya.

****

Silaturrahmi kami membuhul makin erat saat saya menjadi saksi mata langsung perkawinannya dengan Arni, alumni ITB - BI 77 yang sudah lebih dulu pulang ke Padang dan kelak menjadi Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Pasangan Moyardi dan Arni telah dikaruniai 2 pasang anak yang kini telah remaja. Ivan mengikuti jejak papinya mengambil kuliah di jurusan Tehnik Industri Unand, Vina, Avin di tingkat SMA dan Vani masih di SMP. Kakak beradik nampaknya diprogram betul, masing-masing berjarak umur selang seling 2 tahun.

Itulah, karena keasyikan menjadi aktifis dan sering bepergian keluar negeri, saya lupa kawin. Ini meresahkan keluarga dan juga kawan-kawan. Tak lupa tentunya Moyardi. Saat jeda dan pulang berlebaran ke Padang, mereka mengatur pertemuan saya dengan seorang gadis bermarga harahap, yang kebetulan murid Dr. Badrul Mustafa (Kini WR III Unand) di Fakultas tehnik Sipil. Saat kunjungan lebaran, tiba-tiba mobil dibelokkan ke sebuah rumah yang asri di kawasan Linggarjati. Katanya ke rumah salah seorang mahasiswi Unand. Rupanya saya dikenalkan dan akhirnya mantan mahasiswi itu menjadi istri saya. Pesta kawin beberapa bulan sesudahnya, sebagian didanai oleh Moyardi secara diam-diam.

Maret 2003, dengan membawa sertifikat rumah dan BPKB mobil saya mendatanginya di kantornya. Mau pinjam uang tunai, untuk biaya pengobatan anak ketiga kami, Kembara, yang mendapat serangan penyakit kanker darah, lukemia limfositik akut. Sangat saya ingat kemarahan Moyardi dan akan membuang surat berharga itu, karena katanya persahabatan tidak bisa diukur dengan sekedar urusan pinjam uang. Saya disuruh segera berangkat ke Jakarta dan besok pagi rekening saya sudah terisi. Kalau tak salah dia mengirim dukungan sampai tiga kali.

Demikian seterusnya, karena tetap menjalani kehidupan sebagai aktifis yang tak jelas penghasilannya, kapanpun kalau saya perlu uang, Moyardi tak pernah tinggal diam. Moyardi seakan ATM saya dalam menjalani kehidupan aktifis. Mungkin karena cukup terbuka rezekinya, tak pernah sekalipun uangnya yang saya pakai ditanyakan, apalagi ditagihnya. Setiap mau lebaran, selalu ada paket kiriman beberapa ikat uang pecahan seribu rupiah dan 2 ikat uang pecahan lima ribu. Katanya untuk persiapan lebaran. Lebaran mendatang dan selanjutnya, tentu fenomena itu tidak mungkin terulang lagi. Moyardi sudah tak ada, ia kini diseberang sana.

*****
Sedemikian erat interaksi kami, sehingga waktu menulis obituari ini, saya perlu mengunjungi Johny Halim untuk menanyakan apa sebetulnya kelemahan dari Almarhum. Refleksi kami, mungkin karena lama mengambil setiap keputusan, atau katakanlah berhati-hati, sehingga gaya manajerial dia terkesan lamban. Tapi kami juga sepakat, mungkin karena hati-hati itulah ia berhasil dalam mengendalikan perusahaan yang makin membesar. Dapat dikatakan kelemahan sekaligus kelebihannya. Bung Johny yang cepat mengambil keputusan, sampai sekarang ekonominya masih tambal sulam, masih fase gogo, belum menuju mapan. Moyardi sudah jauh lebih dulu.

Namun apapun, ada agenda yang masih tersisa. Kami bersepakat untuk mempercepat laju perhatian masyarakat ke usaha kelautan. Bersama kami mencoba merubah desain kapal tonda menjadi mini long-line agar bisa menangkap tuna bernilai tinggi untuk meningkatkan harkat hidup nelayan. Selain itu berniat pula kami untuk mendirikan BPR sebagai lembaga keuangan mendukung pertanian, khususnya padi organik. Agenda ini wajib diteruskan karena merupakan hasil diskusi kami berkepanjangan, tentang bagaimana tetap berkiprah membangun kampung halaman. Tentu tak lagi tanpa kehadiran fikiran-fikiran matang pengusaha Moyardi. Duh, entahlah.

Hanya yang mengganjal, sampai akhir hayatnya Moyardi tidak sempat menunaikan ibadah haji. Setiap diajuk, dia selalu mengatakan akan segera mendaftar. Tapi nyatanya tak pernah sempat, tersebab banyak sekali urusannya di bisnisnya. Tentu bebannya jatuh ke bahu Ivan sebagai putra tertua, untuk menemani maminya beribadah ke Baitullah.

Selamat jalan kawan, semoga kau mendapat tempat yang layak disisi-Nya. Suatu saat kami semua pasti menyusulmu.

Sumber:

Punk Muslim, Ketika Idealisme Punk Melebur dengan Islam

Monday, 09/11/2009 10:52 WIB

Siapa yang menyangka kehidupan jalanan ternyata tak seburuk yang dibayangkan. Di antara segerombolan pengamen, anak-anak jalanan, pedagang asongan, yang kerap diidentikkan dengan minuman keras, ngelem (menghirup aroma lem aibon), narkoba, free sex, dan sebagainya, masih ada setitik cahaya yang memberikan harapan bahwa dakwah di kalangan yang dianggap termarjinalkan ini masih ada dan mungkin dilakukan. Salah satunya adalah komunitas yang menamakan diri mereka Punk Muslim.

Punk Muslim berdiri pada Ramadhan 1427 H, hampir 3 tahun lalu, yang digagas oleh seorang Budi Khoironi, yang akrab dipanggil Buce. Buce yang jebolan pesantren ini menganggap masih ada harapan untuk memperbaiki kondisi pemuda yang berada di komunitas punk yang sudah telanjur dianggap hidup tanpa orientasi, antikemapanan, dan meninggalkan agamanya.Susah payah Buce merangkul anak-anak punk dan mengajak mereka kembali ke Islam, agama yang sebagian besar dianut oleh komunitas ini. Pilihan Buce untuk hidup di jalanan adalah pilihan untuk menyentuh objek dakwah yang tak pernah disentuh, yaitu anak-anak jalanan. Keprihatinan dan kesukaan Buce terhadap musik dan kesenian sempat dituangkannya dalam sanggar kesenian bernama Warung Udix Band, sekitar 8 tahun lalu. Di sanggar inilah, anak-anak jalanan berkumpul untuk latihan band sekaligus belajar mengaji. Namun ternyata, kedekatan Buce dengan komunitas punk dan anak jalanan tidak berlangsung lama karena Allah swt memanggil Buce pada Mei 2007. Buce meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Sebelum meninggal, Buce telah menitipkan amanah untuk membimbing dan mengasuh komunitas punk dan anak jalanan tersebut kepada Ahmad Zaki.

Buat Zaki, bergaul dengan komunitas punk dan anak jalanan ternyata tak semudah yang dibayangkan. Pada awalnya, dirinya pun tidak diterima oleh komunitas punk tersebut, tapi dengan usaha yang keras, Zaki pun dapat melanjutkan tongkat estafeta dari Buce yang diembankan kepadanya. Kuncinya hanya satu, Zaki selalu mengingat pesan Buce untuk tidak menggunakan bahasa-bahasa yang terlalu elit dan bersifat menggurui kepada komunitas itu. Walhasil, dalam percakapan, kata lu-gue sudah jadi unsur wajib dalam bahasa yang mereka gunakan selayaknya sahabat, bukan antara guru dengan murid.

Zaki melanjutkan usaha Buce dengan menggelar pengajian rutin untuk anak-anak jalanan mulai 1428 H, seminggu dua kali, yaitu malam Selasa untuk belajar membaca Alquran, dan malam Jumat untuk kajian keislaman yang sifatnya diskusi dan berbagai ilmu tentang Islam. Menurut Zaki, panggilan hatinya untuk membimbing anak-anak punk kembali ke Islam lebih besar daripada janjinya kepada Buce untuk membina anak-anak punk tersebut. Walhasil, meskipun jumlah peserta pengajian anak-anak jalanan tersebut berkurang dari 50 orang hingga menjadi 20 orang, Zaki tetap optimis karena itu adalah sunnatullah. Peserta pengajian itu berasal dari berbagai profesi, usia, dan latar belakang pendidikan, seperti ada yang hanya tamat kelas 2 SD hingga S1, berusia 15 hingga 28 tahun, dan ada yang berprofesi sebagai pedagang asongan, pengamen, pelukis, bahkan pemahat patung, ada yang laki-laki dan ada pula perempuan. Jumlah yang sedikit itu tetap dioptimalkan Zaki untuk tetap mengingatkan mereka agar menghindari hal-hal negatif dan menanamkan nilai-nilai akhlak Islami. Salah satu upaya Zaki adalah dengan memanajemen band 'warisan' Buce bernama Punk Muslim.

Punk Muslim (PM) beranggotakan Ambon, Asep, Mongxi, dan Lutfi. Dahulu, Buce sempat menjadi vokalis Punk Muslim sebelum dia wafat. Sepeninggal Buce, PM sebagai sarana dakwah anak-anak punk memfokuskan tujuannya kepada dua hal, yaitu gerakan (movement) dan musik. Selain pengajian, PM lebih menggali gerakan dan konsep musiknya lebih dalam agar sarat makna dan kualitas yang lebih baik. PM telah mengeluarkan album pertama bertajuk Soul Revolution dan sebanyak 1000 kaset album tersebut dibagikan gratis kepada para peminat band yang beraliran campur-campur ini: ngepunk, ngerapp, bahkan kadang etnik.

Punk Muslim telah manggung di beberapa mal dan kampus, seperti Pangrango Plaza, Margo City, ITC Cempaka Mas, Univ. Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Univ. Negeri Jakarta. Selain itu, PM juga melayani permintaan untuk pentas di komunitas punk, sekolah-sekolah, dan pengajian rutin.

Kepiawaian PM dalam bermusik diasah setiap malam Jumat di rumah Ambon di sekitar Vespa, Pulogadung, yaitu dengan latihan rutin. PM juga dijuluki Nasyid Underground karena aliran musiknya yang banyak menyuarakan syair Islami tapi dengan gaya punk. Alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, banyak kalangan yang dapat menerima gaya bermusik Punk Muslim hingga permintaan albumnya pun membludak. Kini, PM sedang merampungkan album kedua.

Zaki sebagai pengasuh PM pun melakukan berbagai variasi kegiatan untuk komunitas ini, seperti mabit tiap dua bulan sekali, tafakur alam setiap tahun, dan rekrutmen. Selain kegiatan tersebut, PM juga kebanjiran agenda silaturahim, bulan lalu, PM jaulah ke komunitas punk di Indramayu yang juga merasakan hidayah untuk kembali ke Islam dengan meneladani PM di Jakarta.

Salah satu PR bagi Zaki dalam pembinaan komunitas punk ini adalah meluruskan paradigma pergaulan yang lekat pada sebagian besar anak-anak punk, misalnya soal free sex. Sebagian anak-anak punk mengakui telah melakukan dosa besar dan ada pula yang menikah karena telah hamil. Ada pula yang menjalani proses pernikahan dengan seorang muslimah penghafal Alquran 18 juz, namun gagal karena beberapa alasan. Zaki mengakui, intensitas pergaulannya dengan anak-anak punk juga mengundang kritik dari berbagai pihak, misalnya dari keluarga dan sahabat. Tak sedikit dari mereka juga enggan mengikuti Zaki untuk berdakwah di kalangan minoritas tersebut. Namun, Zaki terus bertahan dan berharap ada teman-teman dai yang mengikuti jejaknya. Terakhir, Zaki mengingatkan dengan tulus, bahwa anak-anak punk dapat pula menjadi agent of change jika saja ada yang terus membimbing dan mengarahkan mereka dalam keislaman.

Punk Muslim dapat dihubungi lewat Ahmad Zaki di 0852 162 88 236 atau http://punkmuslim.multiply.com. (Ind)

Sumber: