Jumat, 09 September 2011

Rencana Tuhan

Senin, 22 Agustus 2011 21:19:00 WIB
kick andy“Maaf salah sambung”. SMS itu masuk beberapa saat setelah saya mengirim SMS untuk seorang teman. Jawaban yang saya terima dari teman itu membuat saya bertanya-tanya. Mengapa teman saya mengatakan salah sambung? Merasa tidak enak, saya mengirim SMS lagi untuk menyatakan permintaan maaf. Lalu saya cantumkan nama saya di akhir SMS dengan harapan jika itu benar nomor telepon teman saya, maka dia akan menyadari yang mengirim SMS tadi itu saya. Tak lama kemudian handphone saya berdering. Di layar muncul nomor teman saya. “Maaf Pak Andy, nama saya Wahidin. Saya bekerja di Imigrasi,” ujar suara di seberang sana. Ternyata nomor tersebut memang bukan nomor telepon teman saya. Setelah sedikit berbasa-basi saya meminta maaf lalu menutup pembicaraan.
Tidak ada yang istimewa dari peristiwa itu. Saya hanya heran mengapa bisa salah mencatat nomor telepon teman. Tapi sebulan kemudian saya mendapat SMS dari Pak Wahidin. Setelah mengingatkan bahwa SMS saya pernah nyasar ke handphone-nya, dia kemudian menginformasikan  di sebuah desa di Subang ada seorang anak, usianya 9 tahun, yang selama ini menanggung derita karena mengalami kelainan di tubuhnya. Anak itu tidak punya anus. Kalau buang air besar melalui kemaluannya. “Mungkin Pak Andy bisa membantu,” tulis Pak Wahidin sembari menyertakan nama, alamat, dan nomor kontak anak tersebut.
Saya bilang saya tidak berjanji, tetapi akan berusaha mencari orang yang bisa membantu anak tersebut. Setelah itu, saya mengirim kisah anak tersebut via SMS ke seorang pimpinan sebuah rumah sakit di Jakarta Selatan. Esoknya saya mendapat jawaban, “Pak Andy, saya masih di Italia. Bisakah saya dapatkan data lebih lengkap dari anak itu? Sesampai di Jakarta akan saya diskusikan dengan tim dokter.”
Dua minggu kemudian, tim Kick Andy sudah menjemput anak tersebut dan membawanya ke Jakarta. Pihak rumah sakit setuju untuk melakukan operasi. Untuk tahap pertama, akan dibuatkan “lubang pembuangan” di perut. Setelah itu baru dibuatkan anus untuk pembuangan permanen.
Tiga hari kemudian, saya menerima SMS dari pimpinan rumah sakit tersebut. “Alhamdulilah operasi berjalan baik. Semoga semuanya berjalan sesuai rencana”. Sejenak saya terhenyak membaca SMS tersebut. Ada rasa haru yang memenuhi relung hati. “Tuhan, terima kasih,” gumam saya dalam hati. Sungguh saya tidak menyangka semua berjalan begitu cepat dan lancar. Bahkan pihak rumah sakit memperlakukan Ani sangat istimewa. Semua kebutuhan Ani dan ayahnya selama di Jakarta semuanya ditanggung rumah sakit.
Malamnya saya merenung. Ah, kalau dipikir seringkali rencana Tuhan sulit dipahami akal manusia. Termasuk sulit bagi saya memahami mengapa saya salah mencatat nomor handphone teman saya. Sulit memahami mengapa Pak Wahidin yang saya kenal gara-gara salah sambung menginformaskan kondisi seorang anak nun jauh di sebuah desa
kecil di Subang yang membutuhkan pertolongan.  Juga sulit dipahami oleh akal manusia respon rumah sakit yang bersedia melakukan operasi gratis. Padahal, operasi semacam itu tentu membutuhkan biaya yang besar. Pimpinan rumah sakit itupun baru saya kenal dan kami baru sekali bertemu.
Akal manusia memang tidak akan pernah mampu mencerna rencana Tuhan. Rencana Tuhan hanya mampu dicerna melalui iman. Karena itu saya meyakini semua yang terjadi itu bukan sesuatu yang kebetulan. Sejak saya salah mencatat nomor telepon teman, sebenarnya Tuhan sudah “mengatur” untuk mempertemukan saya dengan Ani. Kemudian melalui SMS “nyasar”, Tuhan menghubungkan saya dengan Pak Wahidin. Melalui Pak Wahidin Tuhan memberi tahu ada seorang anak di Subang yang membutuhkan bantuan. Kemudian Tuhan “memerintahkan” saya untuk menghubungi pimpinan rumah sakit tersebut. Lalu semuanya berakhir dengan operasi oleh tim dokter terhadap Ani.
Sejak awal, Tuhan sudah mengatur semuanya untuk Ani. Pak Wahidin, pimpinan rumah sakit, dokter-dokter yang mengoperasi, dan semua pihak yang ikut membantu -- termasuk saya -- hanya mendapat “tugas” untuk menolong Ani.  Setelah memahami semua itu, saya lalu tersenyum.  “Terima kasih Tuhan, Engkau telah mengikutsertakan aku untuk menjalankan suatu misi mulia.”
Sumber: 

MANAJEMEN WAKTU

Suatu hari, seorang ahli 'Manajemen Waktu' berbicara didepan sekelompok mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah dilupakan oleh para siswanya. Ketika dia berdiri dihadapan siswanya dia berkata: "Baiklah, sekarang waktunya kuis " Kemudian dia mengeluarkan toples berukuran galon yg bermulut cukup lebar, dan meletakkannya diatas meja. Lalu ia juga mengeluarkan sekitar selusin batu berukuran segenggam tangan dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu kedalam toples.

Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi yg muat untuk masuk kedalamnya, dia bertanya: "Apakah toples ini sudah penuh?" Semua siswanya serentak menjawab,"Sudah! "

Kemudian dia berkata, Benarkah? Dia lalu meraih dari bawah meja sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples sambil sedikit mengguncang- guncangkannya, sehingga kerikil itu mendapat tempat diantara celah-celah batu-batu itu. Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi: "Apakah toples ini sudah penuh? Kali ini para siswanya hanya tertegun "Mungkin belum!", salah satu dari siswanya menjawab. "Bagus!" jawabnya.

Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan bebatuan. Sekali lagi dia bertanya, Apakah toples ini sudah penuh? "Belum!" serentak para siswanya menjawab Sekali lagi dia berkata, "Bagus!" Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples, sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas. Lalu si Ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya dan bertanya: "Apakah maksud dari ilustrasi ini?" Seorang siswanya yg antusias langsung menjawab, "Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya!" "Bukan!", jawab si ahli, "Bukan itu maksudnya. Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa : JIKA BUKAN BATU BESAR YANG PERTAMA KALI KAMU MASUKKAN, MAKA KAMU TIDAK AKAN PERNAH DAPAT MEMASUKKAN BATU BESAR ITU KE DALAM TOPLES TERSEBUT.

Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami/istrimu, orang-orang yg kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. Hal-hal yg kamu anggap paling berharga dalam hidupmu. Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama, atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya. Jika kamu mendahulukan hal-hal yang kecil dalam prioritas waktumu, maka kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal yang kecil, kamu tidak akan punya waktu untuk melakukan hal yang besar dan berharga dalam hidupmu".

Sumber: Milis