Jumat, 17 Desember 2010

Tempe Oh Tempe ( Allah Lebih Tahu Apa Yang Kita Butuh Saat ini )

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe.
Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.
Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .." demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh.Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang kedelai, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian.
Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa,terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini.
Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..." Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacang kedelainya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Diayakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi.

Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang,dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah.Bantulah aku, kabulkan doaku..."

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe.Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi.
Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelai tersebut. "Keajaiban Tuhan akan datang... pasti," yakinnya.

Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "tangan" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. "Pasti sekarang telah jadi tempe!" batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Air mata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Apakah Tuhan ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.

Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya.

Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. "Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?"

Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe..." Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe..."

"Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi.

Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, sahabat?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! "Alhamdulillah!" pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli.

Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?"

"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Shalauddin, yang kuliah S2 di Australia
ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu?"
Sumber: www.rumah-yatim-indonesia.org

Rabu, 01 Desember 2010

Jonathan Favreau Penulis Pidato Obama Di UI

November 13, 2010 · Sebuah foto beredar cepat di ranah maya. Seorang laki-laki muda berambut cepak, berkulit bersih, hidung bangir dan tubuh bagas. Foto itu beredar lewat Twitter, Facebook dan Blackberry Messenger.

Siapa dia? usut punya usut, dialah Jonathan Favreau pemuda yang ternyata masih berumur 28 tahun, Jonathan Favreau penulis pidato Obama Presiden Amerika Serikat.

Sejak kedatangan Obama, juga pidatonya yang memukau di Universitas Indonesia kemarin, Jon Favreau, begitu panggilannya menjadi perbincangan para perempuan di Twitter. Salah satu yang memposting fotonya, presenter kondang, Sarah Sechan. “I wanna do bhinneka tunggal ika with you,” tulis Sarah Sechan dalam akun Twitter-nya.

Lahir di Massachusetts, AS, Favreau merupakan lulusan terbaik College of Holly Cross, pada 2004. Setelah lulus, dia langsung bekerja pada calon presiden dari Partai Demokrat John Kerry. Waktu itu umurnya baru 23 tahun. “Semua orang melihat saya, bingung, seolah berkata ’siapa sih anak ini’,” kata Favs, panggilannya.

Namun kepiawaiannya menyusun kata membuat partai itu kesengsem. Petinggi Demokrat yang kini menjabat Sekretaris Gedung Putih, Robert Gibbs, merekomendasikan Obama untuk memakai tenaga Favs dalam kampanye senatnya. Kerja sama itu diteruskan dalam kampanye presiden 2008.

Kejadian unik dan aneh ini berlanjut karena dari Favs-lah lahir “Yes We Can,” slogan sederhana namun mendunia. Saat Obama dilantik, Januari 2009, Dia tercatat sebagai penulis termuda untuk Pidato Presiden di umur 27. Dia juga mendapat ruang kerja tersendiri di West Wing Gedung Putih, jadi nahkoda bagi tim penulis pidato yang terdiri atas penulis-penulis senior.

Dia juga sangat pandai dalam merangkai kata mutiara dan kata motivasi

Dalam melakoni kerjanya, Favs sering nongkrong bareng Obama, guna menyerap ide dan tutur Presiden ke-44 AS tersebut. Saat klub bisbol idola Obama, White Sox menyapu bersih Red Sox yang dipuja Favs 2005 lalu, Obama mendatangi mejanya dan menyapu.

“Barack sangat mempercayainya,” ujar Penasihat Utama Obama, David Axelrod. “Dia memberika otoritas kepada Favs atas kata-kata yang akan diucapkannya.” Menurutnya, Obama tidak memberikan kepercayaan sebanyak itu pada banyak orang.

Favs terlihat sangat menikmati dunianya. Dia mengatakan posisi ini akan jadi kiprah terakhirnya di dunia politik. “Di luar ini, semuanya, adalah antiklimaks,” katanya.

Bagi anda yang ingin melihat kehebatan pemuda 28 tahun ini dalam menyusun pidato Obama di Universitas Indonesia. Anda dapat menyaksikan langsung video pidato Obama di Universitas Indonesia.

Sumber:

Sabtu, 20 November 2010

Developer Cilik, Antara Aplikasi dan Sekolah

Selasa, 16 November 2010 - 16:15 wib


Susetyo Dwi Prihadi - Okezone
Fahma Waluya Rosmansyah

Namanya Fahma Waluya Rosmansyah, umurnya baru 12 tahun, namun di usia yang terbilang sangat muda dia pantas dinobatkan sebagai developer termuda asli Indonesia. Aplikasi edutaiment-nya yang bernama BAHANA, sukses diunduh di 75 negara melalui Ovi Store.



Jika dilihat sekilas, tidak ada yang berbeda dari bocah kelahiran Bandung, 27 Mei 1998 ini, namun ketika sudah mengenalnya lebih jauh, barulah diketahui bahwa anak ini memiliki kemampuan istimewa. Bahkan ketika okezoneberbincang dengannya, dengan lugas dia memaparkan dengan bahasa Inggris yang lancar.



Berikut petikan wawancara okezone dengan Fahma, di acara Nokia Developer Metter, di Hotel Grand Mahakam, Jakarta, Selasa (16/11/2010).



Bagaimana awalnya bisa tertarik untuk membuat aplikasi?


Aku sebenarnya sejak umur 3 tahun sudah mengoprek komputer dan kebetulan aku suka menonton film-film kartun seperti Spongebob. Dari situ aku bertanya sama ayahku, gimana sih caranya kok gambar di kartun bisa bergerak? Sama ayah dikasih tahu kalau ini menggunakan Adobe Flash. Ya, sudah dari situ mulai buat gambar-gambar bergerak pakai Flash.



Lalu bisa membuat aplikasi BAHANA, bagaimana awal mulanya?


Aplikasi BAHANA itu, aplikasi pertama aku yang juga sudah masuk ke Ovi Store. Idenya sih dari keinginan aku untuk membuat game yang bisa mengajarkan adikku untuk mengenal bahasa Inggris. Aku yang membuat ide cerita dan gambarnya.



Kenapa game edutaiment dan untuk ponsel?


Pertama, semua anak-anak menyukai game. Kedua, saat ini banyak game yang aku lihat banyak yang tidak sesuai dengan umurku. Banyak darah, adegan berantem, dan banyak gambar pisau atau senjata. Dan apalagi saat ini aku baru tahu, kalau ada 5 miliar ponsel yang terjual di seluruh dunia.



Saat ini sudah ada berapa aplikasi lagi?


Sudah ada 12 aplikasi, termasuk aplikasi BAHANA. Tapi, saat ini belum aku kerjain semua seperti BAHANA. Aku masih harus ngerjain tugas-tugas sekolah.



Biasanya kalau membuat aplikasi selalu pakai Adobe?


Kadang aku memakai Adobe Flash CS3. Sesekali sih pakai software yang bisa untuk membuat animasi bergerak 3 dimensi.



Suka main game online juga?



Gak begitu sih. Apalagi yang banyak adegan kekerasannya. Kadang-kadang aku suka dibilang kuper (Kurang Pergaulan), kalau aku gak ikutan main game. Tapi sih aku biasa aja.



Kalau sudah besar mau jadi apa?


Mau jadi dosen elektro kayak bapak.



Inikan aplikasinya dah diunduh diseluruh dunia. Nanti pilih mana menjadi orang terkenal atau cari uang?


Jadi orang terkenal saja. Biar bisa banyak temannya.

Sumber:


Minggu, 31 Oktober 2010

2 Pemuda Afrika Selatan Pergi Haji dengan Bersepeda

Minggu, 31/10/2010 14:22 WIB

Nurvita Indarini - detikNews
Jeddah - Dua pemuda dari Afrika Selatan memiliki cara unik untuk pergi berhaji ke Tanah Suci. Selama 8 bulan, mereka mengayuh sepeda dari Cape Town, Afrika Selatan, hingga ke Arab Saudi untuk memenuhi rukun Islam yang ke-5.

Kedua pemuda yang penuh semangat itu adalah Nathim Cairncross (28) dan Imtiyaz Ahmad Haron (25). Ketika tiba di perbatasan Saudi, keduanya mengaku sangat senang
karena akan mewujudkan mimpinya untuk berhaji.

"Kami mengayuh dari Cape Town sampai ke Kerajaan (Arab Saudi) merupakan pengalaman yang melelahkan. Kami ingin pergi dengan cara begini sehingga kita siap menghadapi kerasnya pengalaman dalam menjalankan ibadah haji," ucap Cairncross yang bekerja sebagai perencana kota kepada Arab News melalui telepon. Demikian dikutip dari Arab News (27/10/2010).

Keduanya memulai perjalanan dengan sepedanya pada 7 Februari alias 8 bulan lalu. Mereka mengayuh melalui Botswana, Zimbabwe, Mozambique, Malawi, Tanzania, Kenya, Turki, Suriah dan Yordania sebelum mencapai perbatasan Saudi.

"Ini adalah haji pertama kami. Kami bisa datang untuk haji dengan pesawat, tapi kami ingin melakukan perjalanan dengan jalan berbeda, jadi kami memilih untuk menggunakan sepeda kami. Apalagi bersepeda adalah sesuatu yang paling kami suka," lanjut Cairncross.

Mereka berdua telah mengayuh 80 km hingga 100 km per hari dan beristirahat di tenda-tenda atau masjid setelah malam. Begitu fajar menjelang, mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.

Di sepanjang jalan, mereka bertemu dengan orang-orang yang sangat baik dan sopan. Di setiap tempat yang dilewati, orang-orang memberi sambutan hangat. Bahkan saat tahu kedua pemuda itu akan berhaji, orang-orang semakin senang.

"Makanan tidak pernah menjadi masalah karena orang-orang menawari kami makanan. Tentu saja, membosankan mengayuh sepanjang perjalanan, terutama saat melewati daerah pegunungan," tambah dia.

Bahasa adalah masalah besar bagi mereka berdua. Karena itu ketika mulai memasuki negara-negara Arab, mereka memutuskan untuk sedikit belajar bahasa Arab, terutama saat perjalanan melalui Suriah dan Yordania.

"Ketika kami tiba di perbatasan Saudi, para petugas keamanan sangat ramah saat menyapa dan menyambut kami. Mereka juga senang saat tahu kami telah melakukan perjalanan sulit untuk memenuhi impian berhaji," tutur Cairncross.

"Kami datang dengan anggaran yang sangat kecil, dan kami temukan orang-orang yang menawarkan uang lokal kepada kami dan memenuhi kebutuhan kami," katannya.

Meski demikian, keduanya tidak mengalami masalah serius selama perjalanan melewati sembilan negara dalam waktu berbulan-bulan. "Yang kami lakukan adalah mengganti ban dan tabung, dan mengepaskan pedal rantai dari waktu ke waktu," ucapnya.

Ketika ditanya mengapa mereka memilih untuk naik sepeda, Cairncross berkata, "Ini memberi kita banyak kesempatan untuk bertemu dan berinteraksi dengan orang yang berbeda di negara yang berbeda juga."

Cairncross dan Haron adalah mahasiswa hukum Islam dan mempelajari Syariah. "Saya bergabung dengan satu universitas lalu menyelesaikan kursus perencanaan kota dan sekarang saya bekerja di bidang konstruksi," jelas Cairncross.

Keduanya belum menikah dan sangat hobi olahraga. Cairncross menyukai selancar angin di sepanjang pantai dan laut, sedangkan Haron, gemar kickboxing dan mendaki gunung. Setelah berhaji, keduanya akan kembali ke rumah melalui Afrika Barat.
Sumber:

Jumat, 22 Oktober 2010

Pondok Ban Tan - Thailand

oleh Anies Baswedan

Sekitar seribu anak-anak menghampar di lapang rumput depan pondok. Lautan kerudung dan peci putih, melafalkan shalawat, khusuk dan menggema.

Suasana pondok Pesantren Ban Tan malam ini terasa unik. Pondok kecil ini dibangun di pedalaman Thailand Selatan. Utk mencapai-nya harus terbang dari Bangkok, jaraknya sekitar 750 km ke kota kecil Nakhon Si Thammarat lalu dari airport yang kecil itu, naik mobil kira2 satu jam ke pedalaman. Masuk di tengah2 desa-desa dan perkampungan umat Budha, disitu berdiri Pondok Ban Tan. Dibangun awal abad lalu dengan beberapa orang murid. Niatnya sederhana, menjaga aqidah umat Islam yg tersebar di kampung2 yang mayoritas penduduknya beragama Budha.

Melihat wajah anak-anak pondok, seperti kita sedang menatap masa depan. Anak-anak yang dititipkan orang tua-nya untuk sekolah ke Pondok, untuk menjaga sejarah kehadiran Islam di kerajaan Budha ini. Di propinsi ini mereka berdampingan dengan damai. Sebuah tradisi yang harus dijaga terus.

Malam ini, setelah berliku perjalanannya, seakan jadi salah satu event puncak utk keluarga pengasuh pondok ini.

Di awal tahun 1967 terjadi perdebatan panjang diantara para guru di Pondok ini. Anak tertua Haji Ismail, pemimpin pondok ini, jadi bahan perdebatan. Anak usia 17 tahun itu memenangkan bea-siswa AFS untuk sekolah SMA setahun di Amerika Serikat.

Pondok Ban Tan seakan goyah. Tak terbayangkan bagi mereka, dari perkampungan Muslim yang kecil, jauh dari keramaian, dan di pedalaman Thailand di tahun 1960an, cucu tertua pendiri Pondok akan dikirimkan ke Amerika. Umumnya santri-santri cerdas dikirim melanjutkan sekolah ke Jawa atau Kedah atau Kelantan; jika ada dana mereka akan dikirim ke Makkah atau Mesir. Tapi Amerika ?!?; tidak pernah terlintas di benak mereka akan mengirim santri belajar ke Amerika. Saat itu para guru di pondok terpecah pandangannya: separoh takut anak ini akan berubah bila dikirim ke negeri kufar (istilah yang digunakan dalam perdebatan itu), mereka tidak ingin kehilangan anak cerdas itu.

Setelah perdebatan panjang, Si Kakek, pendiri Pondok itu, mengatakan, "saya sudah didik cucu saya ini, saya percaya dia istiqomah dan saya ikhlas jika dia berangkat". Ruang musyawarah di pondok itu jadi senyap. Tidak ada yang berani melawan fatwa Sang Guru. Haji Ismail, sang ayah, mengangguk setuju. Tidak lama kemudian berangkatlah anak muda tadi ke Amerika.

Tahun demi tahun lewat. Dan dugaan guru-guru Pondok itu terjadi: anak itu tidak pernah kembali jadi guru pondok. Dia tidak meneruskan mengelola warisan kakek dan ayahnya itu. Dia pergi jauh. Anak muda itu terlempar ke orbit lain.

Malam ini anak yang dulu diperdebatkan itu pulang. Dia pulang bukan sebagai orang asing, dia pulang membawa kebanggaan untuk seluruh keluarga, seluruh pondok dan seluruh rakyat di propinsi kecil ini.

Dia pulang sebagai Sekretaris Jendral ASEAN. Pondok Ban Tan jadi terkenal, kampung halaman jadi perhatian dunia. Sebelumnya dia adalah menteri luar negeri Thailand, muslim pertama yang jadi Menlu di Negara berpenduduk mayoritas Budha.

Namanya dikenal oleh dunia sebagai Surin Pitsuwan; dikampungnya dia dikenal sebagai Abdul Halim bin Ismail.

Malam ini Surin pulang kampung membawa teman dan koleganya. Sekarang seluruh bangunan Pondok ini nampak megah. Setiap bangunan adalah dukungan dari berbagai negara. Anak ini pulang dengan membawa dukungan dunia utk Pondok mungil di pedalaman ini. Semua adiknya menjadi guru, meneruskan tradisi dakwah di kampung halamannya.

Saya menyaksikan bahwa sesungguhnya, Surin selalu "hadir" disini, dia membawa dunia. Dia menjadi jembatan lintas peradaban, dia jadi duta Muslim Thailand di dunia.

Dia tidak pernah hilang seperti ditakutkan guru-gurunya. Dia masih persis seperti kata Kakeknya. Sejak pertama kali saya ngobrol dengan Surin, 3 tahun lalu di Hanoi, tutur kata dan pikirannya seakan mengatakan: isyhadu bi ana muslimin.

Ramadhan kemarin, saat kita makan malam -Ifthar bersama- di Bangkok, Surin cerita tentang ASEAN Muslim Research Organization Network (AMRON) conference di Walailak University dan ingin undang ke Pondoknya awal Oktober. Saya jawab tidak bisa karena ada rencana acara di Bandung. Sesudah itu, dia kirim beberapa sms meyakinkan bahwa ke "Ban-Tan" lebih utama daripada ke "Ban-Dung".

Saat duduk di Masjid Al-Khalid, bersama ratusan santri, bersyukur rasanya merubah jadwal, dari ke Bandung jadi berangkat ke Ban Tan. Saya sholat Isya’ berjamaah duduk disamping Surin, selesai sholat ratusan tangan mengulur, semua berebut salaman dengannya. Wajah takjub santri-santri itu tidak bisa disembunyikan, mereka semua seakan ingin bisa seperti Surin. Dia seakan jadi visualisasi nyata, dari mimpi-mimpi para santri di kampung kecil di pedalaman Thailand.

Malam itu, di pelataran Pondok Ban Tan dibuatkan panggung utk menyambut. Santri-santri bergantian naik panggung. Mereka ragakan kemahiran bercakap melayu, inggris dan arab. Sebagai puncak acara mereka tampilkan Leke Hulu (Dzikir Hulu). Tradisi tarikat yang sudah dijadikan seni panggung. Seluruh santri ikut berdzikir, gemuruhnya menggetarkan dada.

Besok paginya Syaikhul Islam Thailand, pemimpin Muslim tertinggi di Thailand khusus datang dari Songklah, kota di sisi selatan, untuk sarapan pagi bersama di Pondoknya. Kita ngobrol panjang dan saya tanya asal keturunannya, karena garis wajahnya berbeda; dia jawab kakek saya dari Sumatera, tapi dia keturunan Hadramauth.

Hari itu saya bersyukur. Saya katakan itu pada Surin bahwa ini perjalanan luar biasa. Tapi dia belum puas, Surin panggil salah satu alumni pondoknya (seorang doktor ilmu management) untuk antarkan saya ke Masjid di kampung-kampung pesisir pantai untuk dikenalkan dengan Ustadz keturunan Minang.

Setelah melewati kampung-kampung dan pasar yang sangat-sangat sederhana, saya sampai di rumahnya yang sangat sederhana, di belakang Madrasah yg dipimpinnya. Kita berdiskusi tentang suasana disini, tentang Minang, dan tentang kemajuan. Lalu dia ambil bingkai-bingkai dari lemari, dia tunjukkan beberapa foto-foto orang tuanya, ayahnya dipaksa hijrah dari Maninjau di Ranah Minang karena perlawanan pada Belanda. Kira-kira 90 tahun yang lalu, dia sampai di Thailand Selatan dan jadi guru agama. Mengagumkan, anak-anak muda pemberani memang selalu jadi pilar kokohnya Dienul Islam. Mereka hadir dan hidup berdampingan penuh kedamaian.

Lengkap sudah perjalanan kali ini. Dalam satu rotasi ditemukan dengan komunitas yang kontras. Di Kuala Lumpur, berdialog dengan kalangan bisnis dan politik dalam ASEAN 100 Leadership Forum dengan suasana megah, di Thailand Selatan berdialog dengan kaum Muslim minoritas dengan suasana sederhana, sangat bersahaja.

Sekali lagi kita ditunjukan betapa hebatnya efek pendidikan. Beri fondasi aqidah, bekali dengan modal akhlaqul karimah lalu biarkan anak muda terbang mencari ilmu, membangun network, merajut masa depan. Anak muda tidak takut menyongsong masa depan. Kelak ia akan pulang, menjawab doa ibunya, menjawab doa ayahnya dengan membawa ilmu, membawa manfaat bagi kampung halamannya, bagi negerinya dan bagi umatnya.

Di airport kita berpisah. Saya pulang kampung ke Jakarta dan Surin berangkat ke Brussel, memimpin delegasi para kepala pemerintahan ASEAN dalam ASEAN-European Summit.

Hari ini anak yang dulu ditakutkan hilang itu akan memimpin delegasi pemimpin se-Asia Tenggara. Dan, pada hari ini juga Ibunya masih tetap tinggal di pondok Ban Tan, didalam usianya sekitar 90 tahun, tetap mendoakan anaknya seperti saat melepasnya berangkat sekolah SMA ke Amerika dulu, sekali lagi kita sakasikan betapa hebat doa seorang ibu kepada anaknya.
Seperti Sabda Rasulullah 'Dosa Seorang Ibu kepada anaknya seperti doa Seorang Rasul kepada umatnya".

Barakallahu lakum . . . .

Just landed in Jakarta; Oct 4, 2010; 00.30 am.
(Sekadar catatan pendek, sebuah perjalanan singkat. Ditulis dalam perjalanan pulang ke Jakarta)

Kamis, 14 Oktober 2010

MENGAPA SAYA?

Arthur Ashe adalah petenis kulit hitam dari Amerika yg memenangkan tiga gelar juara Grand Slam; US Open (1968), Australia Open (1970), dan Wimbledon (1975).

Pada tahun 1979 ia terkena serangan jantung yg mengharuskannya menjalani operasi bypass. Setelah dua kali operasi, bukannya sembuh ia malah harus menghadapi kenyataan pahit, terinfeksi HIV melalui transfusi darah yang ia terima. Seorang penggemarnya menulis surat kepadanya,"Mengapa Allah SWT memilihmu untuk menderita penyakit itu?" Ashe menjawab,"Di dunia ini ada 50 juta anak yg ingin bermain tenis,diantaranya 5 juta orang yg bisa belajar bermain tenis,500 ribu orang belajar menjadi pemain tenis profesional,50 ribu datang ke arena untuk bertanding,5000 mencapai turnamen grandslam,50 orang berhasil sampai ke Wimbeldon,empat orang di semifinal, dua orang berlaga di final.

Dan ketika saya mengangkat trofi Wimbledon, saya tidak pernah bertanya kepada Allah SWT,

"Mengapa saya?", Jadi ketika sekarang saya dalam kesakitan, tidak seharusnya juga saya bertanya kepada Allah SWT,

"Mengapa saya?"

Sadar atau tidak, kerap kali kita merasa hanya pantas menerima hal-hal baik dalam hidup ini; kesuksesan, karier yang mulus, kesehatan. Ketika yang kita terima justru sebaliknya; penyakit, kesulitan, kegagalan, kita menganggap Allah tidak adil. Sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Allah.

Tetapi tidak demikian. Ia berbeda dengan kebanyakan orang. Itulah cerminan hidup beriman; tetap teguh dalam pengharapan, pun bila beban hidup yg menekan berat.

Ketika menerima sesuatu yg buruk, ingatlah saat -saat ketika kita menerima yg baik...Karena sesungguhnya kehidupan itu selalu berimbang, selalu berpasangan...Ada kesulitan ada keberuntungan, ada datang ada pergi, ada di atas ada di bawah, dan seterusnya...

Dimana, semua itu sesungguhnya telah di tetapkan oleh ALLAH SWT dan kita tinggal menjalaninya...dengan sepenuh sekuat ikhtiar kita, namun Sang Maha Sutradara lah tetap yang mengatur "skenario kehidupan" untuk kita selanjutnya.....

Oleh :Teguh Ma pada 13 Oktober 2010 jam 10:35

Rabu, 13 Oktober 2010

Ibu, aku hanya ingin dipahami

Oleh : Muliadi Saleh

--------------------------------------------------------------------------

Ibu,
Bukannya aku malas dan suka melamun, tapi aku lagi menyiapkan diriku menerima seluruh keindahan alam semesta. Beri aku kesempatan berdiam sejenak karena gambar-gambar kehidupan yang sedang kurekam akan membuatku bisa memahami simfoni dan harmoni. Ingin sekali aku menciptakan melodi yang indah agar Ibu bisa menikmatinya sambil membuatkan aku masakan yang enak.

Ibu,
Bukannya aku tak bisa menjumlah 2 + 0 + 4, tapi aku lagi melihat seekor bebek berenang di kolam yang indah dengan deretan kursi cantik di sekelilingnya. Beri aku kesempatan merekamnya di alam kesadaranku karena ingin sekali aku membuatkan Ibu sebuah kolam renang yang indah dan kita duduk bersama di kursi yang empuk dan cantik sambil menikmati bahagianya bebek berenang.

Ibu,
Bukannya aku tak mau mendengar dan menatap mata Ibu ketika dongeng-dongeng itu dibacakan dan lagu nina bobo dinyanyikan, tapi aku lagi merasakan indahnya suara Ibu berpadu dengan suara-suara lain di kamar ini. Beri aku kesempatan menikmatinya karena suatu hari nanti akan kubuatkan sebuah ruangan agar Ibu bisa menyanyi dan mengaji. Di Ruangan itu kita bisa bernyanyi bersama dan selalu bisa kunikmati suara Ibu yang merdu melantunkan ayat-ayatNya.

Ibu,
Bukannya aku tak bisa membaca kata demi kata yang ibu ajarkan, tapi aku lagi merekam taburan kata-kata agar terangkai sebuah kalimat yang indah, layak dan sopan. Beri aku kesempatan melihat kata-kata itu saling merangkai, karena aku ingin menulis sebuah puisi yang indah yang spesial untuk aku persembahkan di hari ulang tahun Ibu.

Ibuku Sayang,
Kalau Ibu marah dan mencubit, tangis dan air mataku itu bukanlah karena aku benci atau marah. Aku hanya sedih jika cubitan dan amarah Ibu mengikis rasa sayang, cinta, dan potensiku untuk menghadiahi Ibu sebuah rumah mungil dengan kolam renang, ruang bernyanyi dan dapur yang indah. Dan hatiku akan sangat menyesal jika tak tak sanggup merangkai dan membacakan puisi indah di hari spesial Ibu. Karena bagiku : IBU ADALAH SEGALANYA.


Suara Hati dari Seorang Anak yang dominan otak kanan.
Ditulis dan Dikirim oleh: Pak Muliadi Saleh
10 komentar
Sumber :

Rabu, 30 Juni 2010

Senin, 11 Oktober 2010

Saat anda sedang MARAH, Hati-hati dengan kata-kata anda !!!

Kamis, 30 September 2010

-------------------------------------------------------------------
Para orang tua yang berbahagia Suatu ketika saya berkunjung kerumah seorang teman, kebetulan profesinya adalah seorang Therapist berbasiskan pada Neuro Language Programming atau NLP.

Dia menceritakan seuatu yang sangat menarik, betapa ternyata potensi dan jalan hidup yang di tempuh seseorang dimasa datang, ternyata bisa di prediksikan dari sugesti atau hal-hal yang dia yakininya. Dan bahkan yang menarik adalah seluruh potensi dalam tubuh manusia sampai pada level terkecil itu akan mendukung apa yang diyakini oleh seseorang. Jadi keyakinan itu bisa menjadi segala-galanya yang menentukan hidup dan masa depan seseorang.

Hal ini juga sekaligus mematahkan pandangan-pandangan kuno tentang test-test yang katanya bisa mengukur potensi kecerdasan anak dsb. kata kawan saya menambahkan.

Dia ternyata juga membuktikan bahwa telah banyak kliennya yang terdiri dari orang-orang yang test IQnya biasa-biasa saja namun setelah di berikan keyakinan-keyakinan postitif berubah menjadi orang yang luar biasa sesuai dengan keyakinan baru yang dimilkinya.

Kawan saya juga mengatakan bahwa sebagian besar keyakinan ini banyak di bentuk terutama dari kata-kata yang dia dengar sehari-hari tentang dirinya atau test-test yang mengukur tentang kemampuan dirinya . Jika kata-kata buruk yang sering dia terima tentang dirinya maka bisa dipastikan perlahan-lahan dia akan mulai berprilaku buruk, dan pada saat kata-kata yang berkesan dia bodoh, maka perlahan-lahan ia akan menjadi orang yang bodoh. Begitu juga jika hasil test yang dia terima di bahwa rata-rata maka prestasinya akan terus turun dibawah rata-rata. Jadi hati-hati dengan kata-kata dan test-test yang katanya bisa mengukur kemampuan seseorang karena hal itu akan berakibat sangat besar terhadap masa depan seorang anak. Kata kawan saya dengan nada sangat serius.

Cerita kawan saya ini jadi mengingatkan saya pada kisah Thomas Edison yang pada usia 7 tahun dinyatakan sebagai anak yang bodoh dan tidak mampu bersekolah. Namun ibunya Nancy Alliot meyakinkan Thomas bahwa dirinya adalah anak yang pandai dan luar biasa. Hingga akhirnya meskipun tidak pernah bersekolah Thomas mampu untuk menjadi salahs eorang Jenius Besar dunia dengan 1000 temuan yang di patenkan.

Taklama setelah itu tanpa sengaja saya membaca sebuah tulisan yang berjudul The Toxic Words – Kata-kata beracun, yakni sebuah hasil interview terhadap anak-anak yang di penjaara, yang isinya mengenai kata-kata apa saja yang sering mereka dengar tentang diri mereka dari lingkungannya dulu sebelum masuk penjara.

Lalu dari sana disusunlah kata-kata beracun yang telah menggiring mereka untuk mendapat tiket ke penjara.

Berikut adalah 10 kata paling sering didengar sebelum mereka masuk penjara:
1. Mengapa kamu selalu saja menyusahkan orang tua...
2. Dasar kamu anak pembawa sial.
3. Kamu memang tidak pernah bisa menjadi lebih baik.
4. Lihat saja nanti hidupmu akan berakhir di penjara.
5. Kamu memang anak terkutuk.
6. Aku menyesal melahirkan kamu..
7. Pergilah kamu ke neraka.
8. Dasar anak setan....
9. Lihat saja nanti....hidupmu pasti akan hancur..
10. Jangan pernah berharap hidupmu akan sukses...

Sungguh saya jadi merinding melihat fakta yang membuktikan betapa kuatnya hubungan antara kata-kata terhadap masa depan anak-anak kita. Segera saya jadi berpikir keras untuk mengingat-ingat kembali kata-kata yang selama ini pernah saya ucapkan pada istri dan anak-anak saya....

Ya......Tuhan.....Saya jadi menitikkan air mata...., seandainya saja bayak guru dan orang tua mengetahui hal ini... pasti mereka akan jauh lebih berhati-hati dengan kata-kata mereka.

Para orang tua dan guru yang saya cintai dimanapun anda berada....Mari kita bangun masa depan anak-anak kita melalui kata-kata yang postitif...
Sumber:

Pelajaran Berharga untuk kita para guru di Tanah Air tercinta

Sabtu, 02 Oktober 2010

----------------------------------------------------------------------
Berikut adalah pengalaman seorang guru Les Piano tentang salah seorang muridnya yang bernama Wo Jin Yu .

Suatu ketika dia mendapatkan seorang murid yang bernama Wo jin yu yang berusia 12 tahun, Pada saat pertama kali mendaftar les ia di antar oleh ayahnya.

Pada hari pertama mengikuti kursus seperti biasa sang guru piano mengatakan bahwa ia senang sekali menerima Wo sebagai muridnya, karena usia Wo masih sangat muda dan itu akan sangat baik sekali karena pada usia dini biasanya seseorang akan sangat mudah sekali untuk di ajari seuatu terutama musih katanya.

Maka sejak hari itu Wo kecil mulai belajar bermain piano, namun saya melihat sepertinya dia kaku sekali, jari-jemarinya sulit sekali di gerakkan, selain itu sang guru piano juga mendapati bahwaWo sangat tidak peka dengan bunyi-bunyi nada. Tapi tak apalah pikirnya karena mungkin ini hari pertamanya.

Namun demikian sepertinya Wo terus berusaha dengan keras untuk memainkan jari-jarinya di atas piano tersebut dengan bunyi yang tidak beraturan dan agak memekakan terlinga.

Beberapa bulan Wo telah mencoba mempelajari segala yang saya wajibkan untuk dipelajarinya, namun sepertinya tidak ada kemajuan yang begitu berarti. Sampai suatu ketika sempat terlontar kata dari saya bahwa sepertinya Wo tidak memiliki bakat yang cukup untuk menjadi seorang pianis yang baik. Namun Wo mengatakan bahwa ia ingin bisa bermain piano karena ibunya ingin sekali ia bisa bermain piano. Dan Wo mengatakan bahwa ia sesungguhnya kurang menyukai piano namun ia begitu mencintai Ibunya. Sehingga ia akan terus berusaha untuk bisa bermain piano.

Karena sepertinya sulit sekali saya mengajarinya untuk bermain piano, suatu ketika saya katakan padanya bahwa mungkin ia bisa mempelajari alat musik lainya, Namun Wo dengan tegas mengatakan Tidak, saya harus bisa bermain piano, suatu saat ibu saya akan bisa mendengar saya bermain piano dengan baik. katanya mantap.

Setiap hari semangat Wo untuk bermain piano semakin tinggi dan ia terlihat semakin bekerja keras untuk bermain piano. Belakangan saya mengetahui bahwa dirumah pun ia terus berlatih piano siang dan malam. Setiap hari Wo selalu di antar jemput oleh ayahnya. Namun sudah beberapa hari ini sepertinya Wo tidak datang untuk berlatih piano lagi, ada apa gerangan, dalam bathin saya bertanya-tanya. Tapi saya berpikir tak apalah mungkin saja pada akhirnya dia menyadari bahwa memang dia tidak berbakat untuk bermain piano dan memutuskan untuk berhenti. Ahrinya saya memutuskan untuk tidak menghubunginya.

Enam bulan setelah kejadian itu saya membagikan brosus pada para murid piano saya untuk memberitahukan bahwa dua minggu lagi akan di adakan konser musik piano di balai kota yang akan dimainkan oleh anak-anak murid asuhan saya. Namun saya agak terkejut ketika tiba-tiba Wo datang dan menyatakan ia ingin ikut serta dalam pertunjukan konser tersebut.

Lalu saya katakan sebenarnya pertunjukan konser itu hanya untuk murid-murid les saya saja, dan karena Wo sudah lama tidak les maka sepertinya Wo tidak bisa mengikutnya. Namun dengan nada serius dan setengah memaksa Wo meminta saya agar ia bisa mengikutinya. Ia berkata bahwa selama enam bulan ini ia tidak bisa datang Les karena ibunya sedang sakit dan ia tidak mau meninggalnya sendirian di rumah. Lalu dia juga meyakinkan saya bahwa meskipun tidak ikut les ia terus berlatih keras siang dan malam untuk bisa bermain piano. Dan dengan nada memelas dia berkata... Tolonglah bu beri saya kesempatan untuk bisa ikut serta dalam pertunjukan tersebut.

Saya berpikir jika Wo ikut mungkin bisa merusak pertunjukan yang ada nanti, tapi entah mengapa dari dalam bathin saya kok seperti ada dorongan kuat untuk memberikan kesempatan pada anak ini untuk mengikutnya hingga pada akhirnya saya pun mengijinkan Wo untuk ikut.

Malam pertunjukan datang. Balai Kotapun dipenuhi dengan orang tua, teman, dan relasi. Saya menempatkan Wo pada urutan terakhir persis sebelum saya tampil ke depan untuk berterima kasih dan memainkan bagian terakhir dari konser malam itu. Saya rasa jika terjadi kesalahan yang buat oleh Wo di akhir acara nanti saya bisa menutupinya dengan permainan saya.

Pertunjukan itu berlangsung tanpa masalah. Murid-murid telah berlatih dan hasilnya sangat bagus. Lalu tibalah kini giliran Wo naik ke panggung. Bajunya kusut dan rambutnya agak berantakan saya berpikir dalam hati. "Kenapa dia tak berpakaian seperti murid lainnya?" dan. "Kenapa ibunya tidak menyisir rambutnya setidaknya untuk malam ini saja..?"

Wo menarik kursi piano dan mulai bicara. Saya terkejut ketika Wo menyatakan bahwa dia telah memilih untuk memainkan karya Mozart's Concerto #21 in C Major. Jantung saya berdebar keras menantikan apa yang terjadi karena saya tahu itu adalah tidak mudah apa lagi bagi seorang anak seperti Wo. Namun tiba-tiba saja terdengar alunan nada yang begitu indah, terlihat ayunan jarinya ringan di tuts nada, bahkan menari nari dengan indah dan gesitnya. Dia berpindah dari pianossimo ke fortissimo... dari allegro ke virtuoso. sungguh sangat mengagumkan!

Saya tak pernah mendengar lagu Mozart dimainkan orang seumur anak 12 tahun sebagus itu! Setelah enam setengah menit, dia mengakhirinya dengan crescendo besar, dan tanpa sadar telah membuat semua orang terpana seolah tidak percaya pada apa yang mereka lihat dan mereka dengar...namun taklama setelah itu terdengar tepuk tangan yang riuh dan sangat meriah.

Segera saja mata saya berlinangan air mata, saya segera naik ke panggung dan memeluk Wo dengan penuh rasa haru dan sukacita."Saya belum pernah mendengar kau bermain seperti seindah itu, Wo! Bagaimana kau melakukannya?" Melalui pengeras suara Wo menjawab, "Bu Yun Yi.. masih ingatkah ibu ketika saya berkata bahwa mama saya sedang sakit? Ya, sebenarnya mama saya sedang sakit kanker dan dia baru saja meninggal tadi pagi. Tahukah ibu bahwa sebenarnya... mama saya itu tuli sejak lahir jadi aku yakin malam inilah pertama kali ia bisa mendengar suara aku bermain piano. Permainanku malam ini sengaja aku persembahkan khusus bagi mama ku sebelum ia pergi menemui Tuhannya."

Tak satupun dari para penonton yang hadir malam itu yang kuasa untuk menahan airmatanya, bahkan dari beberapa sudut ruangan terdengar beberapa isakan tangis penuh keharuan.

Ketika panitia membawa Wo dari panggung turun ke ruang istirahat, saya menyadari meskipun mata saya masih merah dan bengkak, namun saya begitu bersyukur betapa hidup saya jauh lebih berarti karena pernah menerima Wo sebagai murid saya. selama ini saya selalu merasa sebagai guru bagi mereka, tapi malam ini saya merasa menjadi murid yang telah di beri pelajaran berharga oleh Wo. Dialah sesungguhnya guru kehidupan bagi saya dan sayalah muridnya. Karena malam ini Wo mengajarkan pada saya arti sebuah cinta kasih dan keberhasilan.
Sumber:
Pagi masih gelap. Alarm Hp dan kok ayam depan rumah membangunkanku. Rasaa ngantuk ditambah udara dingin yang menambah rasa malas untuk bangun

Senin, 04 Oktober 2010

Apa yang Kita Pikirkan Belum Tentu Benar Adanya

Friday, 01 October 2010 06:53

Dikisahkan, seorang pemuda sedang berada di ujung tanduk. Ia terancam diberhentikan oleh atasannya. Alasannya, ia telah melakukan kesalahan yang cukup fatal. Ia sebenarnya telah melakukan perjanjian pada hari sebelumnya untuk bertemu seorang investor guna melakukan kesepakatan proyek berskala besar.

Tetapi karena sesuatu hal, ia terlambat. Karena investor tersebut telah menunggu cukup lama dan tidak punya waktu lagi dikarenakan jadwal penerbangan ke luar negeri, maka kesepakatan tersebut batal sehingga membuat perusahaan tempatnya bekerja menderita kerugian.

Sang atasan sangat murka atas apa yang telah terjadi. Proyek besar yang sudah ada di depan mata hilang begitu saja. Meskipun pemuda tersebut berusaha menjelaskan alasan keterlambatannya, atasannya tidak peduli dan tidak mau tahu. Dengan wajah yang marah, ia langsung memecatnya dengan tidak hormat dan mengimbau agar dirinya tidak usah datang lagi esok. Pemuda tersebut sangat sedih, sekaligus pasrah menerima keputusan atasannya.

Beberapa detik kemudian, telepon genggam atasan berbunyi. Wajahnya yang marah berubah menjadi pucat ketakutan setelah mendengar berita bahwa ibunya kecelakaan dan terbaring di rumah sakit. Tanpa pikir panjang, ia segera bergegas menuju rumah sakit. Melihat keadaan itu, pemuda yang dipecat beserta karyawan lain juga ikut menyusul.

Akhirnya mereka mereka tiba di rumah sakit tempat ibu atasan dirawat. Segera mereka menuju ke kamar pasien dengan cemas untuk mengetahui kondisi pasien. Saat mereka tiba, pasien sedang tertidur. Dokter menegaskan, "Ibu Anda sekarang selamat. Untung saja ia cepat dibawa ke sini."

Sang atasan menatap ibunya dengan wajah sedih. Tidak lama kemudian, mata ibunya mulai terbuka dan terbangun. Mereka begitu bersyukur dan bisa bernapas lega. Tiba-tiba, mata ibunya melebar seperti kaget ketika menatap seorang pemuda yang dipecat tadi.

Sambil menunjuk pemuda itu, ia bertanya pada anaknya, "Siapa pemuda itu?"

Sang atasan menjawab, "Ia mantan karyawan saya. Tadi pagi sudah saya pecat karena terlambat. Proyek saya gagal karenanya."

Ibunya langsung berkata, "Anakku. Dia terlambat karena dia yang telah menolong dan membawa ibu ke rumah sakit ini. Kalau tidak ada dia, mungkin ibu tidak bisa diselamatkan lagi. Dialah penolong ibu. Kamu harusnya berterima kasih padanya, bukan memecatnya. Sekarang kamu harus minta maaf padanya dan pekerjakan dia kembali sebagai karyawanmu."

Sang atasan begitu terkejut mendengar kenyataan ini, begitu juga dengan karyawan lainnya. Dengan wajah malu-malu, ia meminta maaf kepada pemuda yang tadi dipecatnya, kemudian membatalkan pemecatan dan mengangkatnya kembali ke posisi yang lebih tinggi karena rela menolong nyawa seseorang meskipun tahu akan kehilangan sebuah proyek besar.

Sering kali apa yang kita pikirkan mengenai sesuatu atau seseorang tidak sesuai dengan kenyataan. Seperti halnya pada cerita di atas dimana atasan tidak tahu dengan pasti apa yang telah dilakukan karyawannya sehingga menyebabkan dirinya terlambat.

Kita kadang merasa sudah tahu segalanya dan merasa bahwa kita ini paling benar. Padahal apa yang kita ketahui sangatlah sedikit sekali dikarenakan keterbatasan pandangan mata dan pikiran kita. Karena keterbatasan itulah, kita sering membuat kesimpulan sepihak yang belum tentu benar 100%. Inilah yang membuat kita sulit untuk memahami orang lain. Ketika orang lain bertindak tidak sesuai dengan yang kita harapkan, kita cenderung main hakim sendiri tanpa pernah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kita menjadi terlalu egois, merasa diri paling benar dan menganggap orang lain salah.

Begitu juga ketika kita memandang sesuatu hal yang terjadi. Kita hanya melihat dan menafsirkan sendiri sesuai dengan pemikiran kita. Kita akhirnya membuat kesimpulan dan memberi arti dari kejadian itu. Saat itulah kita menganggap pemikiran kitalah yang benar dan menilai salah pemikiran lainnya. Itulah sebabnya mengapa dua orang mengalami peristiwa yang sama, tetapi reaksi mereka sangat berbeda.

Dua orang karyawan dipecat. Satunya bereaksi negatif dengan cara mabuk-mabukan, stres atau marah-marah. Yang satu lagi bereaksi positif dengan cara bekerja keras agar bisa sukses melebihi atasannya. Dua orang memandang sesuatu yang sama secara berbeda.

Maka dari itu, mulai hari ini berusahalah untuk lebih bijaksana menilai sesuatu atau seseorang. Dengan begitu, kita akan lebih memahami prinsip dan nilai-nilai kehidupan yang lebih baik dan bermakna.

Sumber:

Minggu, 08 Agustus 2010

Belajar dari Filosofi Semut

Written by Administrator
Friday, 06 August 2010 05:13

"Belajar dari alam binatang, membuat kita takjub akan Ciptaan Tuhan."

Ada seorang profesor dari Inggris melakukan penelitian tentang kebiasaan seekor semut. Hari pertama, dia meletakkan segenggam nasi yang jaraknya tak terlampau jauh dari sebuah sarang semut. Setelah menunggu tak lebih dari lima menit secara tidak diduga datang serombongan semut mendekati nasi tersebut. Dan kemudian mereka mengangkat sebutir nasi secara satu persatu sampai nasi itu habis. Melihat peristiwa tersebut Profesor tersebut berdecak kagum dan sambil menuliskan hasil pengamatannya tadi.

Hari kedua, profesor tersebut melakukan suatu percobaan yang cukup unik. Dia mencari sebuah sarang semut yang cukup besar. Setelah ditemukannya sarang semut tersebut, profesor tersebut langsung menghancurkan sarang semut tersebut. Karena merasa sarangnya diganggu. Maka semut pun berhamburan keluar dan naik ke atas sepatu dan celana profesor tersebut. Dan mulai melakukan pembalasan. Mereka menggingitnya dengan semangat. Tidak hanya satu tapi ratusan semutpun ikut membantu. Mereka tak peduli pada bahaya yang mengancam. Bisa jadi badan mereka hancur dan remuk oleh tangan dan sepatu sang profesor.

Lewat pengamatannya selama dua hari tersebut sang profesor menemukan banyak karakter positif dari semut. Dan hebatnya karakter semut yang seakan sudah menjadi filosofi hidup para semut, dapat dijadikan pedoman untuk bekerja. Memang filosofi itu sangat sederhana, namun jika kita dapat menerapkannya, kita akan menjadi pekerja handal yang luar biasa.

So, simak deh filosofi semut yang hebat berikut ini:

Semut selalu bekerjasama

Coba kita perhatikan cara kerja semut, mulai dari mengangkat sebutir nasi sampai memakannya. Mereka selalu bekerja sama. Sebutir nasi yang cukup berat bagi semut, diangkat beramai-ramai ke tempat mereka. Begitu seterusnya hingga butiran nasi yang mereka angkut mencukupi kebutuhan makan mereka. Kemudian mereka akan menyantapnya pula bersama-sama. Kerjasama dan kekompakan para semut bisa Anda jadikan teladan. Misalnya, saat rekan kerja Anda kesulitan, apa salahnya kita membantu. Toh hasilnya bukan untuk kepentingan pribadi namun demi kepentingan kelompok atau bersama.

Semut saling peduli

Kebiasaan semut yang saling bersentuhan (mungkin dalam bangsa manusia, menegur atau bersalaman) jika bertemu, menandakan bahwa bangsa semut memiliki kepedulian dan keakraban yang tinggi. Mereka merasa bahwa tidak ada yang berbeda di antara mereka.Dalam dunia kerja, sentuhan yang berarti 'care' memberi arti tersendiri bagi karyawan. Bayangkan, apa jadinya jika di lingkungan kerja Anda, sudah tidak saling peduli? Sangat menyiksa bukan..? So, sikap ini dapat ditumbuhkan untuk menjaga kekompakan dan menumbuhkan iklim kerja yang kondusif.

Semut tidak pernah menyerah

Bila kita menghalang-halangi dan berusaha menghentikan langkah para semut, mereka selalu akan mencari jalan lain. Mereka akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau mengelilinginya. Mereka terus mencari jalan keluar. Suatu filosofi yang bagus, bukan? Jangan sekali-kali menyerah untuk menemukan jalan menuju tujuan kita sendiri.

Semut menganggap semua musim panas sebagai musim dingin

Ini adalah cara pandang yang penting. Kita tidak boleh menjadi begitu naif dengan menganggap musim panas akan berlangsung sepanjang waktu. Semut- semut mengumpulkan makanan musim dingin mereka di pertengahan musim panas. Karena sangat penting bagi kita untuk bersikap realitis. Di musim panas kita harus memikirkan tentang halilintar. Kita seharusnya memikirkan badai sewaktu kita menikmati pasir dan sinar matahari. Berpikirlah ke depan, seperti halnya 'sedia payung sebelum hujan'.

Semut menganggap semua musim dingin sebagai musim panas

Ini juga penting. Selama musim dingin, semut mengingatkan dirinya sendiri, "Musim dingin takkan berlangsung selamanya. Segera kita akan melalui masa sulit ini." Maka ketika hari pertama musim semi tiba, semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin, mereka masuk lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari sarang mereka.

Dengan bahasa lain, filosofi semut dapat kita teladani di lingkungan kerja kita. Dengan menjaga kerjasama, kekompokkan, saling peduli, kerja keras,pantang menyerah, dan optimis memandang masa depan. Bagaimana? Tentu saja karena kita lebih hebat dari bangsa semut, kita bisa mencapai sukses yang luar biasa, jika kita berusaha! Sukses buat kita semua…!
sumber:

Minggu, 01 Agustus 2010

Tulus Mencintai Isteri

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.. mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk Ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan Ibu mereka dia yg merawat, yang dia inginkan hanya satu … semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata "Pak kami ingin sekali merawat Ibu semenjak kami kecil melihat Bapak merawat Ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. … bahkan Bapak tidak ijinkan kami menjaga Ibu". dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya "sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa Ibupun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian ..."

Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka."Anak2ku … Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin Bapak akan menikah … tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian ... sejenak kerongkongannya tersekat … kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya Ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?

Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih sakit."

Sejenak meledaklah tangis anak2 Pak Suyatno merekapun melihat butiran2 kecil jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno … dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.. Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat sendiri Istrinya yg sudah tidak bisa apa2.. disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah Pak Suyatno bercerita.

"Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu2 ...

Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama … dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit..."

Hadiah Cinta Seorang Ibu

"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga!
Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk.
Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Anak lelaki itu terisak-isak berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."
Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Ia pun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan, "Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.
Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.
Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia," kata sang ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.
Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat.
Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar namun akusama sekali belum membalas kebaikannya." Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu."
Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."
Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia.
Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah bahwa sang ibu tidak memiliki telinga. "Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?"
Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di
dalam hati. Harta karun yang hakiki tidak terletak pada apa yang bisa terlihat, namun pada apa yang tidak dapat terlihat. Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui.

Gaji Papa Berapa?

Seperti biasa Andrew, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Sarah, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya.Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama."Kok, belum tidur ?" sapa Andrew sambil mencium anaknya.

Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Sarah menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?""Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?""Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat."Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur.

Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"Sarah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Andrew beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Sarah berlari mengikutinya. "Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,-untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya."Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Andrew. Tetapi Sarah tidak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian,Sarah kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?""Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ?Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah"."Tapi Papa..." Kesabaran Andrew pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Sarah.Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Andrew nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Sarah di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Sarah didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Andrew berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp.5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Andrew"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini"."lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Andrew lembut."Aku menunggu Papa dari jam 8.

Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp.15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah polos.Andrew pun terdiam. ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.
Sumber:

Tempat yang Tak Bisa Tergantikan

Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan, karena selama ini saya merasa bahwa saya telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anak saya.

Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur. Ohhh... aku harus menyediakan makan untuknya.

Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja.

Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan..... di sanalah sumber 'masalah'nya ... sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!

Oh...Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:

"Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya .. Karena aku takut mie'nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainan saya ... Saya minta maaf Dad ... "

Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku ... tetapi, saya tidak ingin anak saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangis saya. Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur.

Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia.

Namun... belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal....

Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan, "Aku minta maaf, Dad".

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu.....

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!

Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.

Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa anak ini sudah benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf : "Maaf, Dad". Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.

Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?

Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : "Surat-surat itu untuk mommy.....".

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca..... tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?"

Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus".

Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan ....

Aku bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Saya berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi.... saya jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.

Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur......

'Mommy sayang',

Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi.

Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Mommy, setiap hari saya melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, saya rasa. Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah mommy muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat anda? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi mommy, mengapa engkau tak pernah muncul?

Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya ....

Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap hari padanya. Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu.

Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan posisinya.