Selasa, 11 Januari 2011

Silverius Oscar Unggul Demi Hutan

foto Silverus Oscar Unggul. TEMPO/Panca Syurkani

TEMPO Interaktif, Januari 2010, pada sebuah pertemuan penting World Economic Forum di New York, Amerika Serikat. Momen tersebut menjadi saksi penting seorang pemuda bernama Silverius Oscar Unggul, yang terpilih mewakili Indonesia untuk menghadiri ajang pertemuan internasional ini.

Di sana, ia berdebat panjang dengan seorang petinggi sebuah perusahaan asing seputar pemberdayaan sosial dan pelestarian hutan.

Menurut dia, pelestarian itu harus memenuhi tiga hal: sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup. Sedangkan menurut lawan debatnya, pelestarian hutan hanya dilihat dari aspek sosial dan ekonomi. "Puji syukur aku selalu memiliki kesempatan emas dipercaya menghadiri acara seperti ini," kata pria yang biasa disapa Onte itu.

Ditemui di Jakarta, Senin pekan lalu, Onte dengan sikap rendah hati menuturkan kiprahnya di bidang pelestarian hutan dan lingkungan hidup, juga tentang kehidupannya. Dia menjelaskan, nama Onte merupakan singkatan dari "orang entete" (maksudnya NTT atau Nusa Tenggara Timur, daerah asal papanya). "Rada unik, tapi beginilah jalan hidupku, serba unik. Ya, pergaulan, pendidikan, karier, semuanya," ucapnya sambil tergelak.

"Aku ini seorang pemuda desa terpencil yang sejak kecil sangat mencintai alam sekitar. Bagiku, alam memiliki sumber energi penting buat keberlangsungan hidup masyarakat dan lingkungan sekitar," tuturnya. Sejak remaja, Onte sudah memikul peran sederhana sebagai pemuda desa yang mencintai dan menggemari alam. Ia punya hobi naik-turun gunung, yang berlangsung hingga masa kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari.

Hobi ini membuka mata hatinya saat menemui kenyataan pahit. Alam, yang seharusnya lestari, rusak parah karena penggundulan hutan. "Dari situ aku terpanggil untuk berbuat sesuatu."

Berangkat dari keprihatinan itu, pada 1998, setelah merampungkan kuliah, ia mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Cinta Alam (Yascita). Sebagai langkah awal, ia mulai melakukan investigasi terhadap kerusakan lingkungan hutan akibat pembalakan liar. Bermula dari aktif melakukan kampanye dan advokasi, toh tak membendung niat para pelaku pembalakan liar. Akhirnya ia menggalang masyarakat membentuk community logging.

"Memang bukan tugas mudah, berhadapan dengan masyarakat yang sudah terbuai asyik sebagai pembalak. Bahkan di antara mereka terjadi konflik horizontal dan harus menghadapi para tengkulak serta cukong. Tapi di sinilah tantangannya."

Penyuka olahraga basket ini menemukan fakta bahwa pembalakan hutan liar yang terjadi di tanah kelahirannya, Kendari, Sulawesi Tenggara, sangat tinggi. Salah satu contohnya, sebuah perusahaan hak pengusahaan hutan yang beroperasi di kawasan Konawe Selatan disinyalir turut andil dalam merusak hutan di kawasan tersebut. "Kami di Yascita melakukan investigasi total. Karena tidak ada respons dari media, kami pun berubah haluan mendirikan Radio Swara Alam."

Radio itu digunakan untuk melakukan advokasi kepada masyarakat tentang pembalakan besar-besaran di hutan Sulawesi Tenggara. Radio ini kini menjadi radio terbesar di Sulawesi Tenggara. Padahal sebelumnya mereka hanya memiliki sarana dan perlengkapan seadanya. Radionya sering dikatakan radio kandang ayam, karena ruang siarannya kecil seperti kandang ayam, dengan frekuensi yang sering menghilang bila dilanda angin keras.
Tak puas dengan radio, ia kemudian mendirikan stasiun televisi dengan hanya bermodal beberapa kamera. Itu agar jangkauan kampanye isu-isu lingkungan hidup, terutama soal pembalakan liar, bisa semakin luas.

Onte menyimpulkan, kampanye dan advokasi rupanya tidak cukup. Dalam kasus pembalakan liar, sering kali korbannya rakyat kecil--yang ditangkapi. Pembalakan liar merupakan sebuah tindak kriminal terhadap hutan. "Di dalamnya selalu terselip korupsi, pemerintahan yang lemah, kekerasan, konflik, kehilangan pendapatan, pemiskinan masyarakat hutan, dan tentu saja harga diri bangsa," ia menjelaskan.

Nah, melalui community logging bentukannya, Onte berhasil menyatukan masyarakat yang semula terpecah belah dengan cukongnya terhimpun menjadi satu melalui wadah Koperasi Hutan Jaya Lestari Indonesia (KHJLI). Di sini ia mengajak mengelola hutan jati dengan cara lestari yang diatur melalui koperasi.

Proses ini tidak mudah, karena butuh waktu yang panjang dan ada kendalanya. Namun, setelah masyarakat percaya dan menekuni sesuai prosedur, program itu membuahkan hasil. Sisi positifnya, program ini mengajak masyarakat menanam dan mengelola sendiri pohonnya, tidak lagi ikut andil dalam perusakan hutan. "Dan mereka menjalankan program tanam ulang 10 benih pohon baru untuk setiap pohon yang ditebang."

Nah, yang terpenting dari semua itu, kayu atau pohon yang mereka tanam memiliki sertifikat eco labeling, yang menjadi standar internasional pada pemenuhan kayu bagi furnitur tingkat dunia.

Melalui sepak terjang tersebut, ayah tiga anak ini pun dipercaya menjadi narasumber untuk pelestarian hutan dan lingkungan hidup. Di bidang ini, ia sering diundang menghadiri pertemuan internasional. Bahkan sejak tahun lalu, berkat kesuksesannya menerapkan program KHJLI, ia diminta menerapkan program serupa untuk beberapa hutan di Banyumas, Kulon Progo, Papua Barat, Jawa Barat, dan Kalimantan. "Aku percaya Tuhan selalu memberikan sesuatu sesuai dengan yang kita tanam," kata pria pemilik tato di lengan kanan itu.

Sulung dari empat bersaudara ini yakin akan nasihat ayahnya, bahwa alam selalu mengolah sesuatu sesuai dengan perlakuan kita. "Ayahku bilang, 'Kalau kita menyayangi alam dengan sebaik-baiknya, hasil yang kita peroleh sama.' Dan semua sudah aku buktikan." |

HADRIANI P

Nama: Silverius Oscar Unggul
Lahir: Kendari, Sulawesi Tenggara, 20 Juni 1971
Status: Menikah dengan Sri Mulyati dan punya tiga putra

Pendidikan:
- S-1 Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara (1989-1998)
- Mahasiswa Magister Management Corporate Social Responsibility Universitas Trisakti, Jakarta (2009-sekarang)


Karier:
- Direktur Eksekutif JAUH (2009-2014)
- Wakil Presiden Telapak (2007-2012)
- Salah satu pendiri Asosiasi of People's Television Stations in Indonesia - ASTEKI (2007)
Pendiri PT Proros Nusantara dan PT Bahtera LEStari (2003)
- Ketua Yascita; Presiden Direktur Radio Swara Alam; Presiden Direktur Swara Alam Kendari Televisi (1999-sekarang)
- Aktif sebagai narasumber serta peserta seminar dan konferensi tentang lingkungan hidup serta pelestarian hutan di mancanegara (2000-sekarang)
- Mewakili Indonesia hadir dalam pertemuan International World Economic Forum di Davos, Swiss (Januari 2010)

Penghargaan:
- Conde Nast Traveler Environmental Award, New York, Amerika Serikat (2008)
- Social Entrepreneur of The Year 2008 Ernst and Young (2008)
- Young Global Leader (2009)

Sumber: