Jumat, 17 Desember 2010

Tempe Oh Tempe ( Allah Lebih Tahu Apa Yang Kita Butuh Saat ini )

Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah, hiduplah seorang ibu penjual tempe.
Tak ada pekerjaan lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.
Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. "Jika tempe ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus menyesalinya. .." demikian dia selalu memaknai hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas. Mengambil keranjang bambu tempat tempe, dia berjalan ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh.Tempe yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa kacang kedelai, sebagian berderai, belum disatukan ikatan-ikatan putih kapas dari peragian.
Tempe itu masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi. Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal membeli kacang kedelai, yang akan dia olah kembali menjadi tempe.

Di tengah putus asa,terbersit harapan di dadanya. Dia tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat tangan, dia baca doa. "Ya Allah, Engkau tahu kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu yang hina ini.
Bantulah aku ya Allah, jadikanlah kedelai ini menjadi tempe. Hanya kepada-Mu kuserahkan nasibku..." Dalam hati, dia yakin, Allah akan mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu. Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe. Dan... dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah. Kacang kedelainya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Diayakin, Allah pasti sedang "memproses" doanya. Dan tempe itu pasti akan jadi.

Dia yakin, Allah tidak akan menyengsarakan hambanya yang setia beribadah. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu ke dalam keranjang,dia berdoa lagi. "Ya Allah, aku tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau Maha Tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain berjualan tempe. Karena itu ya Allah, jadikanlah.Bantulah aku, kabulkan doaku..."

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia buka lagi daun pembungkus tempe.Pasti telah jadi sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari daun itu, dan... belum jadi.
Kacang kedelai itu belum sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas ragian kacang kedelai tersebut. "Keajaiban Tuhan akan datang... pasti," yakinnya.

Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan itu, dia yakin, "tangan" Tuhan tengah bekerja untuk mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya. Berkali-kali dia dia memanjatkan doa... berkali-kali dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia letakkan keranjang-keranjang itu. "Pasti sekarang telah jadi tempe!" batinnya. Dengan berdebar, dia buka daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan... dia terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur tadi.

Air mata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Apakah Tuhan ingin aku menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.

Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar... merasa sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya.

Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat berjualan... esok dia pun tak akan dapat makan. Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang, dan "teman-temannya" sesama penjual tempe di sisi kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya mereka yang pamit, karena tempenya telah laku. Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu terasa berat...

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya. "Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi? Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak ada yang menjualnya. Ibu punya?"

Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. "Ya Allah, saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu seperti tadi, jangan jadikan tempe..." Lalu segera dia mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan lagi. "jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe..."

"Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?" tanya perempuan itu lagi.

Kepanikan melandanya lagi. "Duh Gusti... bagaimana ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?" ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang dia lihat, sahabat?? Di balik daun yang hangat itu, dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi! "Alhamdulillah!" pekiknya, tanpa sadar. Segera dia angsurkan tempe itu kepada si pembeli.

Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu cantik itu. "Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang belum jadi?"

"Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Shalauddin, yang kuliah S2 di Australia
ingin sekali makan tempe, asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi, saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan. Oh ya, jadi semuanya berapa, Bu?"
Sumber: www.rumah-yatim-indonesia.org

Rabu, 01 Desember 2010

Jonathan Favreau Penulis Pidato Obama Di UI

November 13, 2010 · Sebuah foto beredar cepat di ranah maya. Seorang laki-laki muda berambut cepak, berkulit bersih, hidung bangir dan tubuh bagas. Foto itu beredar lewat Twitter, Facebook dan Blackberry Messenger.

Siapa dia? usut punya usut, dialah Jonathan Favreau pemuda yang ternyata masih berumur 28 tahun, Jonathan Favreau penulis pidato Obama Presiden Amerika Serikat.

Sejak kedatangan Obama, juga pidatonya yang memukau di Universitas Indonesia kemarin, Jon Favreau, begitu panggilannya menjadi perbincangan para perempuan di Twitter. Salah satu yang memposting fotonya, presenter kondang, Sarah Sechan. “I wanna do bhinneka tunggal ika with you,” tulis Sarah Sechan dalam akun Twitter-nya.

Lahir di Massachusetts, AS, Favreau merupakan lulusan terbaik College of Holly Cross, pada 2004. Setelah lulus, dia langsung bekerja pada calon presiden dari Partai Demokrat John Kerry. Waktu itu umurnya baru 23 tahun. “Semua orang melihat saya, bingung, seolah berkata ’siapa sih anak ini’,” kata Favs, panggilannya.

Namun kepiawaiannya menyusun kata membuat partai itu kesengsem. Petinggi Demokrat yang kini menjabat Sekretaris Gedung Putih, Robert Gibbs, merekomendasikan Obama untuk memakai tenaga Favs dalam kampanye senatnya. Kerja sama itu diteruskan dalam kampanye presiden 2008.

Kejadian unik dan aneh ini berlanjut karena dari Favs-lah lahir “Yes We Can,” slogan sederhana namun mendunia. Saat Obama dilantik, Januari 2009, Dia tercatat sebagai penulis termuda untuk Pidato Presiden di umur 27. Dia juga mendapat ruang kerja tersendiri di West Wing Gedung Putih, jadi nahkoda bagi tim penulis pidato yang terdiri atas penulis-penulis senior.

Dia juga sangat pandai dalam merangkai kata mutiara dan kata motivasi

Dalam melakoni kerjanya, Favs sering nongkrong bareng Obama, guna menyerap ide dan tutur Presiden ke-44 AS tersebut. Saat klub bisbol idola Obama, White Sox menyapu bersih Red Sox yang dipuja Favs 2005 lalu, Obama mendatangi mejanya dan menyapu.

“Barack sangat mempercayainya,” ujar Penasihat Utama Obama, David Axelrod. “Dia memberika otoritas kepada Favs atas kata-kata yang akan diucapkannya.” Menurutnya, Obama tidak memberikan kepercayaan sebanyak itu pada banyak orang.

Favs terlihat sangat menikmati dunianya. Dia mengatakan posisi ini akan jadi kiprah terakhirnya di dunia politik. “Di luar ini, semuanya, adalah antiklimaks,” katanya.

Bagi anda yang ingin melihat kehebatan pemuda 28 tahun ini dalam menyusun pidato Obama di Universitas Indonesia. Anda dapat menyaksikan langsung video pidato Obama di Universitas Indonesia.

Sumber: